Penolakan Proyek Seaplane

Balai TNGR Tanggapi Penolakan Proyek Seaplane, Pelaku Wisata Desak Kajian Ulang

Menanggapi penolakan dari pelaku wisata terhadap proyek Seaplane , Yarman menyebut hal itu wajar sebagai bentuk aspirasi masyarakat.

Penulis: Rozi Anwar | Editor: Idham Khalid
KOMPAS.com/ANGGARA WIKAN PRASETYA
JALUR NAIK RINJANI : Jalur Turun Gunung Rinjani via Torean yang Ada di Tepi Jurang, Jumat (1/9/2023). Menanggapi penolakan dari pelaku wisata terhadap proyek Seaplane, TNGR menyebut hal itu wajar sebagai bentuk aspirasi masyarakat. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Rozi Anwar 

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Penolakan terhadap rencana pengoperasian seaplane atau pesawat amfibi dan pembangunan lokasi glamping di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) terus bergulir. Setelah pihak Balai TNGR menyatakan proyek ini memiliki potensi bisnis, suara keras datang dari pelaku usaha wisata di lingkar Rinjani yang menilai rencana tersebut akan mengancam penghidupan mereka.

Zaenal Abidin, seorang trekking organizer asal Senaru, Kabupaten Lombok Utara (KLU), menyampaikan penolakan tegas terhadap proyek yang diinisiasi oleh PT Solusi Pariwisata Inovatif (SPI) tersebut.

“Bukan saya saja yang menolak rencana itu, tapi sejumlah pelaku jasa usaha wisata baik dari Lombok Timur maupun KLU,” ujar Zaenal saat dihubungi, Kamis (19/6/2025).

Menurut Zaenal, dampak dari operasional seaplane akan sangat terasa bagi pelaku usaha kecil seperti porter, pemilik penginapan, dan pemandu wisata yang selama ini menggantungkan hidup dari aktivitas pendakian Gunung Rinjani.

“Bukan hanya kami yang menjual jasa, tapi juga para porter dan pemilik penginapan tentu akan terdampak juga terkait penurunan tamu dan pendapatan,” lanjutnya.

Zaenal juga mengkhawatirkan ancaman terhadap ekosistem Rinjani jika seaplane mulai beroperasi dan mendarat langsung di Danau Segara Anak.

“Coba pikirkan, orang-orang nantinya akan menggunakan pesawat kemudian langsung menuju Danau Segara Anak, tentu ini akan sangat mengancam alam Rinjani,” tambahnya.

Nada serupa disuarakan Muji Sembahulun, trekking organize asal Sembalun, Lombok Timur. Ia menyebut, jika wacana ini direalisasikan, masyarakat lokal akan kehilangan penghasilan yang selama ini diperoleh dari aktivitas wisata.

“Dengan tegas kami menolak wacana pengoperasian seaplane ke Gunung Rinjani. Karena akan berdampak buruk terhadap pelaku jasa wisata lokal di Sembalun khususnya. Penginapan akan sepi, para porter, pedagang, guide tour juga pastinya akan terdampak,” tegas Muji.

Muji juga mengingatkan bahwa jika tamu-tamu wisatawan datang langsung dari Bali menggunakan seaplane, maka akan semakin menutup akses pendapatan masyarakat lokal yang sebelumnya turut menikmati manfaat dari aktivitas trekking dan wisata alam.

“Kalau tamu-tamu itu naik kapal ke Rinjani dari Bali, apa yang masyarakat lokal kerjakan dan dapatkan? Jadi kami berharap pemerintah tegas soal ini,” pungkasnya.

Menanggapi penolakna itu, Kepala Balai TNGR, Yarman, menyebut proyek tersebut telah diajukan sejak 2020 ini masih dalam tahap pengkajian dan belum mendapat persetujuan akhir dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Ia menilai proyek ini bisa membuka peluang usaha, asalkan melalui kajian lingkungan dan sosial yang ketat.

“Izinnya itu memang dari dulu, tapi tahapannya kan harus melalui kajian dan uji publik terkait dampak lingkungan, dampak ekonomi serta para tokoh-tokoh adat dan para aktivis,” ujarnya, Jumat (20/6/2025).

Yarman menegaskan bahwa seaplane yang direncanakan akan menggunakan tenaga listrik dan kedap suara sehingga dinilai tidak mengganggu satwa di kawasan TNGR.

“Pesawat ini akan memakai tenaga listrik sehingga tidak akan menimbulkan suara, sehingga tidak akan mengganggu satwa-satwa yang ada di Rinjani,” terangnya.

Baca juga: Pelaku Wisata Lingkar Rinjani Tolak Seaplane dan Glamping di Kawasan TNGR

Namun, proyek ini diposisikan untuk wisatawan kelas atas.

“Ya ibarat VIP lah, orang-orang kelas atas yang akan gunakan. Nah pesawat tersebut pun akan mendarat di Danau Segara Anak,” ungkap Yarman.

Menanggapi penolakan dari pelaku wisata, Yarman menyebut hal itu wajar sebagai bentuk aspirasi masyarakat.

“Penolakan dari teman-teman pelaku jasa wisata juga tidak apa-apa, itu bisa saja nanti jadi pertimbangan. Siapapun boleh menyampaikan pendapat,” katanya.

Meski demikian, ia menilai proyek ini tidak akan mengganggu roda ekonomi masyarakat lokal.

“Kalau terjadi ini, tidak akan terdampak secara ekonomi. Namun pendapat dan pandangan teman-teman pasti dipertimbangkan,” pungkasnya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved