Pembunuhan Istri di Dompu
Trend Kasus Kekerasan Perempuan Tinggi, Pemprov NTB Bentuk FKP2KS
Dinas Kominfotik NTB Yusron menyebut pembentukan FKP2KS ini, menyusul maraknya kasus kekerasan seksual dalam tiga tahun ini.
Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Idham Khalid
“Tindak kekerasan paling parah sampai berujung hilangnya nyawa pasangan,” ujarnya.
Tren kasus KDRT ini menurut Puje hampir sama setiap tahunnya, namun dia tidak merincikan angkanya dari tahun ke tahun.
KDRT terberat terjadi beberapa waktu lalu di Kabupaten Dompu. Dimana seorang suami bernama Syamsudin menghabisi nyawa istrinya hanya karena alasan utang.
Puje mengatakan, rata-rata kasus KDRT ini disebabkan karena kurangnya kepercayaan terhadap pasangan.
"Kami belum mendalami sejauh mana latar belakang, tapi dari perkara yang kita tangani ada karena masalah kepercayaan," kata Puje.
Ia mengatakan, penanganan kasus ini bisa saja selesai sampai tahap persidangan, namun pihak kepolisian juga mendorong kasus-kasus KDRT ringan bisa diselesaikan dengan kekeluargaan.
Minim Anggaran
Peneliti, Lombok Research Center (LRC) Dr. Maharani mengungkapkan, permasalahan anak dan perempuan kerap hanya dibahas tanpa adanya tindak lanjut yang nyata. Untuk itu, diperlukan pendekatan yang lebih aplikatif melalui dinas yang memiliki kewenangan langsung untuk bertindak.
Maharani menyinggung, NTB masuk dalam provinsi dengan presentase pernikahan anak tertinggi kedua tingkat nasional sebesar 16,59 persen di tahun 2022, 17,32 persen pada tahun 2023 dan 14,96 persen pada tahun 2024.Pernikahan anak meruapakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Maharani memandang, perhatian pemerintah daerah terhadap kelompok rentan perempuan dan anak masih minim, hal itu tercermin dari pos anggaran dalam suatu dinas yang membidangi.
“Tumbuh kembang anak hari ini akan akan menentukan seperti apa masa depan bangsa itu sendiri. Namun, dikarenakan secara politis, isu anak dan perempuan kurang ‘Seksi’ maka kebijakan daerah dan kebijakan pimpinan daerah dalam politik anggaran masih belum berpihak,” ungkap Maharani.
Selama 3 tahun berturut-turut, lanjut Maharani, anggaran untuk Dinas DP3AP2KB tetap stagnan yaitu tahun 2021 sejumlah Rp29,8 miliar, tahun 2022 juga tetap sama Rp 29,8 miliar dan tahun 2023 juga sama yaitu Rp29,8 milIar. Dana tersebut masih dibagi ke beberapa bidang di Dinas.
“Khusus untuk pencegahan kekerasan dan perkawinan anak setiap tahunnya berkisar Rp10,2 miliar setiap tahunnya,” beber Mahrani.
Maharani juga menyayangkan, wacana Pemprov NTB yang mau menggabungkan OPD DP3AP2KB dengan Dinas Sosial.
“Ini juga salah satu cerminan, bagaimana pemerintah daerah masih memberikan posrsi perhatian yang kecil kepada perempuan,” ungkap Maharani.
Aktivis Perempuan NTB, Nurjanah turut menanggapi persoalan ini. Ia juga mendesak pemerintah agar memberikan pendampingan yang serius kepada kedua anak Sri Wahyuningsih, korban pembunuhan oleh suaminya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.