Kakak Jual Adik di Mataram

Polda NTB Identifikasi Dugaan Pedofil Pengusaha Pemesan Bocah SD di Mataram

Kasubdit IV Direktorat RDitreskrimum Polda NTB masih melakukan pendalaman terkait indikasi pedofil terhadap MAA

Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Idham Khalid
RIBUNLOMBOK.COM/ ROBBY FIRMANSYAH
EKPLOITASI ANAK - Tersangka MAA (baju pink) saat menjalani pemeriksaan di Polda NTB, Selasa (10/6/2025). Kasubdit IV Direktorat RDitreskrimum Polda NTB masih melakukan pendalaman terkait indikasi pedofil terhadap MAA. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) menetapkan seorang pengusaha inisial MAA asal Mataram, sebagai tersangka dalam kasus dugaan eksploitasi anak, Selasa (10/6/2025).

Selain MAA, polisi juga menetapkan ES seorang ibu rumah tangga (IRT) asal Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat sebagai tersangka.

ES merupakan kakak dari korban yang dijual ke tersangka MAA, hingga menyebabkan korban yang masih berusia 13 tahun melahirkan beberapa waktu lalu.

Kasubdit IV Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB, AKBP Ni Made Pujewati menyampaikan pihaknya masih melakukan pendalaman terkait indikasi pedofil terhadap MAA.

"Kami identifikasi kembali, apakah masuk dalam kategori pedofil, atau nanti bisa disampaikan lebih mendalam apakah tersangka masuk kategori pedofil," katanya.

Hal yang sama juga disampaikan Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi.

"Kita belum tahu apakah kesitu (Pedofil) tapi kalau kita lihat kecenderungan acak, anak-anak pakai dewasa juga pakai," ucap joko.

Baca juga: VIRAL! Wanita Ijab Kabul dengan Mayat di Kabupaten Dompu

Koordinator koalisi stop kekerasan seksual itu juga mengatakan saat ini korban sudah berada di rumah aman, dia juga memastikan korban harus melanjutkan sekolahnya.

Saat ini tersangka MAA sudah ditahan di Polda NTB, sementara tersangka ES tidak dilakukan penahanan karena alasan maaih memiliki bayi yang baru berumur dua bulan.

Akibat perbuatannya kedua tersangka  terancam hukuman 12 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp300 juta atau pidana paling lama 10 tahun penjara dan/atau denda Rp200 juta.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved