Tangan Balita Bima Diamputasi

Ombudsman NTB Dorong Pemkab Bima Investigasi Dugaan Malpraktik Oknum Nakes Puskesmas Bolo

Ombudsman NTB dorong keluarga Arumi Aghnia Azkayra bayi berusia 16 bulan untuk melaporkan ke Pemkab atas dugaan malpraktik petugas nakes

Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Idham Khalid
TRIBUNLOMBOK.COM/ ROBBY FIRMANSYAH
MALPRAKTIK OKNUM NAKES - Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB Dwi Sudarsono mendorong Pemkab Bima melakukan investigasi terhadap kasus dugaan malpraktik oknum nakes di Puskesmas Bolo, menyebabkan tangan bayi harus diamputasi.  

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Kepala Ombudsman RI Perwakilan Nusa Tenggara Barat (NTB), Dwi Sudarsono menyayangkan peristiwa dugaan malpraktik oleh tenaga kesehatan di Puskesmas Bolo, Kabupaten Bima.

Peristiwa tersebut menyebabkan tangan Arumi Aghnia Azkayra bayi yang baru berusia 16 bulan itu harus diamputasi, karena mengalami infeksi parah akibat pemasangan infus yang diduga tidak sesuai prosedur pada 10 April lalu.

Dwi mengatakan seharusnya kejadian seperti ini tidak terjadi, apalagi mengakibatkan seorang bayi kehilangan pergelangan tangannya.

"Seharusnya tindakan amputasi dapat dihindari jika petugas melaksanakan standar operasional dan prosedur penahanan pasien dengan baik," kata Dwi kepada TribunLombok.com, Sabtu (7/6/2025).

Dwi mendorong pihak keluarga untuk melaporkan peristiwa tersebut kepada Pemerintah Kabupaten Bima, untuk dilakukan investigasi terhadap kejadian ini.

Ia mengatakan, jika laporan pihak keluarga tidak ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kabupaten Bima, mereka bisa melaporkan ke Ombudsman NTB.

"Orang tua korban juga bisa berkonsultasi kepada Ombudsman NTB," jelasnya.

Baca juga: Ustaz Yahya Waloni Wafat di Masjid saat Khutbah Jumat, Guru Besar UIN: Kematiannya Bikin Iri Jamaah

Sebagai informasi, peristiwa tersebut bermula saat bayi Arumi alias Kibo dibawa ke Puskesmas Bolo karena mengalami sakit, namun setelah dilakukan pemasangan infus oleh salah seorang nakes tangan bayi tersebut membengkak.

Menurut keterangan orang tua korban, anaknya sudah menjalani operasi selam enam kali dalam kurun waktu enam bulan. Bahkan mereka pernah meminta agar dirujuk ke rumah sakit namun permintaan tersebut ditolak oleh Puskesmas.

"Saya meminta rujukan ke RSUD Bima tapi ditolak. Saya hanya diberi salep dan suntikan. Baru pada tanggal 15 April sore saya dapat rujukan, itupun setelah saya menangis sambil gendong anak saya di IGD RSUD Sondosia,” kata orang tua Arumi, Marlina.

Namun setibanya di RSUD Bima, menurut Marlina, kondisi Kibo kembali disepelekan. Pemeriksaan fisik oleh dokter jaga dinilai tidak maksimal, dan respons tenaga kesehatan terhadap kekhawatirannya dianggap meremehkan.

“Waktu saya bilang takut anak saya diamputasi, saya malah dijawab kurang baik,” tuturnya.

Pada 16 April pukul 11.00 WITA, dokter spesialis akhirnya melakukan pemeriksaan menyeluruh dan menyatakan bahwa infeksi sudah menyebar luas. Kibo langsung menjalani operasi darurat, namun kerusakan pada jari-jari tangan tidak bisa diperbaiki.

“Padahal malam itu anak saya kesakitan, demam tinggi, dan mual, tetapi tidak ada tindakan berarti," lanjutnya.

Arumi kemudian dirujuk ke RSUD Provinsi NTB di Kota Mataram pada 18 April 2025. Setelah observasi lebih lanjut, dokter menyimpulkan amputasi adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan nyawanya.

Amputasi dilakukan pada 12 Mei 2025. Kini, Marlina dan suaminya hanya bisa berharap keadilan ditegakkan atas apa yang dialami anak mereka.

"Operasi darurat pun dilakukan pada saat itu dan hasilnya jari-jari tangan anak saya tidak berfungsi lagi. Dokter pun menjelaskan kalau tangan anak saya terinfeksi bakteri yang ganas dan terjadinya infeksi itu berasal dari bekas tusukan jarum," pungkasnya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved