Opini
57 Ribu Anak Putus Sekolah di NTB, Alrm RPJMD Gubernur Lalu Iqbal
Melihat data yang ada saat ini dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 Di NTB terdapat 57.244 anak yang putus sekolah
Oleh: Dr. Maharani
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Pendidikan harus tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan zaman agar perkembangan tersebut mampu memajukan peradaban bangsa agar lebih kokoh. Tidak hanya Pendidikan umum saja yang dibutuhkan melainkan Pendidikan moral dan Pendidikan karakter yang akan menunjukkan bahwa seseorang lebih bermartabat, bermanfaat, dan bijaksana.
Mengenai kualitas Pendidikan di Indonesia, di lansir dari data UNESCO, Indonesia merupakan negara yang tergolong dengan kualitas Pendidikan yang rendah. Hal tersebut disebabkan kompleksnya permasalahan yang ada sehngga pemerintah masih belum fokus dalam pembangunan pendidikan di berbagai wilayah.
Pada tahun 2023 ini, dikutip dari worldtop.org Indonesia berada di tempat ke 67 dari banyaknya 209 negara belahan dunia. Beberapa faktor yang menyebabkan kualitas Indonesia masih dianggap rendah antara lain, faktor kurikulum, fasilitas dari negara, kurangnya pendidik professional, biaya Pendidikan yang mahal, dan kurangnya kesadaran akan pentingnya Pendidikan.
Pentingnya sistem pendidikan yang baik akan menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan membuat suatu negara menjadi maju. Dalam membangun suatu bangsa, manusia merupakan aset pertama yang bisa membangun suatu negara tersebut menjadi meningkat. Lalu, bagaimana kondisi pendidikan di di daerah kita tercinta ini, Nusa Tenggara Barat (NTB)?.
Pada tahun 2024, IPM NTB berada di peringkat ke-27 dari 38 provinsi di Indonesia, dengan nilai 73,10. Ini berarti bahwa NTB masih memiliki banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diperbaiki terutama menyangkut sektor pendidikan.
Melihat data yang ada saat ini dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 Di NTB terdapat 57.244 anak yang putus sekolah. Dengan sebaran di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) dan Kabupaten Lombok Tengah (Loteng) merupakan kabupaten dengan jumlah anak putus sekolah terbanyak yaitu 27.250 anak, dan jumlah terendah berada di Kota Bima yaitu 958 anak. Sebanyak 30. 380 anak (53,07 persen) adalah anak Laki-laki dan 26.864 anak (46,93 % ) anak perempuan.
Melihat angka tersebut membuat hati kita sebagai warga NTB cukup miris. Padahal anak merupakan generasi penerus daerah dan bangsa. Bagaimana NTB akan menjadi propinsi yang maju jika anak-anaknya tidak dapat mengenyam dunia pendidikan.
Melihat dari data yang ada ini menunjukkan bawa kondisi dunia pendidikan kita di Propinsi NTB sedang tidak baik-baik saja. Dunia pendidikan ini merupakan cerminan masa depan daerah. Sehingga jika tidak direspon dengan baik oleh Pemerintah daerah maka kita bisa menjamin seperti apa kondisi masa depan NTB.
Saat ini sudah lebih dari 100 hari Gubernur baru kita yaitu pasangan Iqbal-Dinda sudah memulai kinerjanya. Berbagai tantangan pembangunan dunia pendidikan ini menjadi sebuah energy untuk merumuskan regulasi, kebijakan maupun program yang nyata untuk dunia pendidikan kita di NTB.
Melihat kompleksnya permasalahan dan tantangan pembangunan pendidikan di NTB akan menjadi pekerjaan yang cukup menantang bagi gubernur Iqbal-Dinda. Kondisi dunia pendidikan menjadi sebuah indikator capaian keberhasilan seorang pemimpin bagi masa depan generasi maupun menjadi sebuah indikator penilaian keberhasilan yang akan di evaluasi oleh pemerintah pusat.
Tidak ada kata menunda bagi gubernur Iqbal-Dinda untuk bekerja merumuskan strategi dalam dunia pendidikan. Gubernur harus mampu mendesain strategi yang cukup jitu lima tahun masa kepemimpinannya. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar yang tidak hanya memotori ilmu dan pengetahuan, melainkan juga sebagai pembentuk karakter seorang individu agar dapat menjadi pribadi yang bijaksana, dan sadar akan kemampuan potensi yang terdapat dalam dirinya.
Pendidikan tidak sebatas memperkuat aspek kognitif tetapi juga aspek afektif dan spiritual dalam pembentukan individu secara menyeluruh. Selain itu, pendidikan juga merupakan salah satu bentuk fasilitas yang diberikan oleh negara terhadap warga negaranya. Apalagi dengan keluarnya putusan terbaru dari Mahkamah Konstitusi (MK) mewajibkan negara menggratiskan pendidikan dasar sembilan tahun dari SD hingga SMP, termasuk sekolah swasta tertentu.
Baca juga: Penyaluran Program Makan Bergizi Gratis di NTB Belum Sentuh Bumil dan Busui
Dalam putusannya, Ketua MK Suhartoyo menyebut Negara (pemerintah pusat dan daerah) harus membebaskan biaya pendidikan dasar yang diselenggarakan pada satuan pendidikan SD, SMP, dan madrasah atau sederajat, baik di sekolah negeri maupun swasta. Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menilai frasa dalam Pasal 34 ayat (2) Undang
Undang (UU) Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang secara eksplisit hanya berlaku untuk sekolah negeri telah menciptakan "kesenjangan akses pendidikan dasar". Ini terutama dirasakan siswa yang terpaksa bersekolah di swasta karena keterbatasan daya tampung sekolah negeri.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.