Opini

Jalan Terjal Ekonomi NTB di Tahun 2025

Gubernur Lalu Iqbal harus mulai mengubah paradigm pembangunan ekonomi NTB supaya tidak ketergantungan terhadap satu sektor terutama tambanga

Editor: Idham Khalid
Dok. Istimewa
KEBIJAKAN - Dr. Maharani, penulis opini berjudul “Jalan Terjal Ekonomi NTB di Tahun 2025” Tulisan ini merespons kondisi ekonomi yang tengah dihadapi NTB. 

Oleh : Maharani

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Mengawali tahun 2025, pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Barat (NTB) menghadapai jalan yang cukup terjal. Dikarenakan berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Nusa Tenggara Barat mencatat pertumbuhan ekonomi NTB pada Triwulan I 2025 mengalami kontraksi. Secara kuartal (q-to-q), ekonomi NTB turun 2,32 persen, sementara secara tahunan (y-on-y) turun 1,47 persen.

Jika didalami lebih jauh, kondisi ekonomi NTB ini masih sangat ketergantungan kepada tambang. Pada awal tahun (triwulan I) 2025 ini, sector tambang mengalami kontraksi tajam hingga lebih dari 30 persen karena tidak ada ekspor tambang sejak november 2024 yang lalu.

Padahal Tambang menjadi salah satu indikator dan pondasi pertumbuhan ekonomi NTB secara makro. Selain Tambang, ada 12 sektor yang mengalami kontraksi di awal tahun 2025 ini yaitu Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib sebesar 8,63 persen, Konstruksi sebesar 6,51 persen, Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar 5,36 persen. 

Jasa lainnya sebesar 5,30 persen, Transportasi dan Pergudangan sebesar 4,30 persen, Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang sebesar 3,49 persen, Jasa Pendidikan sebesar 2,83 persen. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 2,56 persen, Real Estate sebesar 1,08 persen, Informasi dan Komunikasi sebesar 0,37 persen, Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor sebesar 0,24 persen.

Namun, dari banyaknya sector yang mengalami konstruksi, masih ada beberapa sector yang mengalami pertumbuhan yaitu Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tumbuh sebesar 13,28 persen, Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh sebesar 5,55 persen, Jasa Perusahaan tumbuh sebesar 1,65 persen; Industri Pengolahan tumbuh sebesar 1,60 persen dan Pengadaan Listrik dan Gas tumbuh sebesar 0,19 persen.

Melihat hal itu, Gubernur Lalu Muhamad qbal harus mulai mengubah paradigm pembangunan ekonomi NTB supaya tidak ketergantungan terhadap satu sektor. Orang nomor satu di NTB ini harus berani menggali dan melihat potensi pertumbuhan yang lain berdasarkan pada potensi dan seberapa besar masyarakat NTB yang terlibat dalam sector tersebut.

Sebut saja pada sector industry pengolahan, pertanian, kehutanan dan perikanan. Kedua sector ini selain memberikan sumbangan bagi pertumbuhan ekonomi juga mampu memberikan dampak langsung bagi masyarakat kecil. Dikarenakan pada sektor ini hampir 45 persen masyarakat NTB terlibat.

Baca juga: Pengelolaan BUMDes sebagai Lokomotif Perekonomian Desa

Dikarenakan pada hakekatnya Pembangunan ekonomi dilakukan oleh suatu daerah untuk mengembangkan ekonomi dan taraf hidup masyarakat. Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu negara/daerah meningkat dalam jangka panjang. Pembangunan ekonomi yang lebih menekankan idustrialisasi dan mengabaikan sektor pertanian akan menimbulkan masalah yang pada akhirnya akan menghambat proses pembangunan ekonomi itu sendiri. 

Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu unsur utama dalam pembangunan ekonomi regional, meskipun proses pembangunan bukan hanya ditentukan oleh aspek ekonomi saja. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sampai saat ini merupakan target utama pembangunan dalam rencana pembangunan wilayah. Melalui pertumbuhan ekonomi daerah yang cukup tinggi diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan secara bertahap. Kemampuan daerah untuk tumbuh tidak terlepas dari peranan sektor-sektor yang ada dalam suatu perekonomian.

Pertumbuhan dan peningkatan PDRB dari tahun ke tahun merupakan indikator dari keberhasilan pembangunan daerah. Sektor-sektor ekonomi yang membentuk PDRB dikategorikan menjadi sembilan sektor usaha yaitu: (1) Pertanian, (2) Pertambangan dan penggalian, (3) Industri pengolahan, (4) Listrik, gas dan air bersih, (5) Bangunan, (6) Perdagangan, hotel dan restoran, (7) Pengangkutan dan komunikasi, (8) Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan (9) Sektor jasa lainnya.

Sinergi antar sektor ekonomi sangat penting dalam membentuk struktur ekonomi yang kuat. Sinergi antara sektor pertanian, industri dan jasa yang kuat akan membentuk perekonomian yang efisien, dan hal ini akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi daerah (Sjafrizal, 2008). Semakin besar sumbangan yang diberikan oleh masing-masing sektor ekonomi terhadap PDRB suatu daerah maka pertumbuhan ekonomi akan berjalan ke arah yang lebih baik

Yang lebih menggelitik lagi, alasan yang muncul dan di kemukakan oleh Kepala BPS NTB menjelaskan, kontraksi ini disebabkan belum terealisasinya sebagian besar anggaran proyek APBD 2025, baik APBD I maupun APBD II.

Hal ini menunjukkan bahwa, Pemerintah Daerah masih belum mampu menciptakan iklim ekonomi yang baik di Gumi NTB ini. Sebab, kita masih diajak ketergantungan kepada Belanja Daerah untuk menjadi indikator lain pertumbuhan ekonomi.

Jika kita kembali ke masa kampanye pemilihan Gubernur tahun lalu. Gubernur terpilih sempat mengeluarkan statement dan bahkan menjadi salah satu visi misinya yaitu “ Jika Daerah Hanya mengandalkan APBD dalam membangun, maka secara langsung pemimpinnya dianggap gagal”. Ini akan menjadi sebuah simalakama bagi Gubernur terpilih yang baru atau bisa saja statementnya itu akan menjadi sebuah spirit baru bagi strategi kepemimpinannya ke depan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved