BPK Turun Lakukan Pemeriksaan Khusus terhadap Kinerja Keuangan RSUD Provinsi NTB
PDTT adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja.
Penulis: Andi Hujaidin | Editor: Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Nusa Tenggara Barat (NTB) melakukan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu (PDTT) terhadap kinerja keuangan RSUD Provinsi NTB tahun 2024.
PDTT adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam PDTT ini adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investigatif.
Berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) Nomor 1 Tahun 2017, PDTT bertujuan untuk memberikan kesimpulan sesuai dengan tujuan pemeriksaan yang ditetapkan.
PDTT dapat berbentuk pemeriksaan kepatuhan dan pemeriksaan investigatif. PDTT bisa bersifat eksaminasi (pengujian), reviu, atau prosedur yang disepakati (agreed upon procedures).
PDTT dilakukan BPK RI Perwakilan NTB menyusul isu dugaan kelebihan belanja RSUD NTB sebesar Rp193 miliar tahun 2024.
Baca juga: Polemik Belanja RSUD NTB, Dewan Sebut Ada Masalah pada Tata Kelola Rumah Sakit
Anggota Komisi V DPRD NTB Indra Jaya Usman menyoroti membengkaknya belanja lewat tahun pada sejumlah Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), khususnya RSUD NTB.
Terdapat kelebihan belanja 2024 yang rencana akan ditutup dengan alokasi dalam APBD 2025 sekitar Rp 193 Miliar.
Hal ini diungkapkan, Anggota Komisi V DPRD NTB Indra Jaya Usman (IJU). Ia menyoroti membengkaknya belanja lewat tahun pada sejumlah Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), khususnya RSUD NTB.
"Utang ini ditengarai kelebihan belanja, sebab tidak ada dalam Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) tahun 2024," ungkapnya, kepada media, Rabu (12/2/2025).
Ketua Fraksi Partai Demokrat yang akrab disapa IJU ini meminta, agar soal belanja lewat tahun RSUD NTB yang menjadi utang ini dilakukan pemeriksaan khusus inspektorat maupun dengan melibatkan BPKP.
Jangan hanya audit yang dilakukan untuk melegalkan sebagai hutang agar bisa dibayar dalam APBD. "Ini seperti hal yang berulang," tegasnya
Dikhawatirkan IJU, pembengkakan ini merupakan praktik fraud (tipuan) pengelolaan, sebab sebagian besar dari utang ini merupakan obat-obatan dan barang medis habis pakai.
IJU mengungkapkan, berdasarkan data, kelebihan belanja RSUD terdiri dari belanja obat-obatan senilai Rp46,7 miliar, belanja bahan medis habis pakai Rp35 miliar.
Belanja alat medis habis pakai Rp4,2 miliar. Tagihan belanja alat dan bahan medis habis pakai ini ada juga yang berbentuk KSO (Kerja Sama Operasi) yang tagihannya mendekati angka Rp50 miliar.
"Jika klaim BPJS terbayar Rp55 miliar, masih ada sisa utang Rp143 miliar," tandasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.