Bantah Kelebihan Belanja, Direktur RSUD NTB: Biarlah Rugi Rumah Sakit yang Penting Pasien Sembuh

Direktur RSUD Provinsi NTB dr H Lalu Heman Mahaputra menegaskan tidak ada kelebihan belanja atau utang seperti disebutkan dewan.

Penulis: Andi Hujaidin | Editor: Sirtupillaili
ISTIMEWA
BELANJA MEDIS - Direktur RSUD NTB dr Lalu Herman Mahaputra, saat memberikan arahan kepada jajarannya. Ia membantah tudingan dewan bahwa ada kelebihan belanja Rp193 miliar. 

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi NTB membantah tudingan dewan terkait kelebihan belanja hingga Rp193 miliar.  

Direktur RSUD Provinsi NTB dr H Lalu Herman Mahaputra yang dikonfirmasi Tribun Lombok menjelaskan, dia sebenarnya tidak ingin menanggapi isu tersebut, sebab sudah dijelaskan saat rapat dengan komisi-komisi di DPRD NTB. 

Menurutnya, tidak ada kelebihan belanja atau utang seperti disebutkan dewan. Ini hanya persoalan sudut pandang dan pemahaman terkait persoalan belanja dan pelayanan di RSUD NTB

"Tidak ada masalah itu, hanya masalah pemahaman saja, dan mungkin BPJS masih ada utang di kita dan belum dibayar," kata pria yang akrab Dokter Jack ini, saat dihubungi via telepon, Rabu (12/2/2025). 

"Tidak ada kelebihan belanja, bagaimana mau kelebihan belanja?" tegasnya. 

Baca juga: Dewan Ungkap Kelebihan Belanja RSUD NTB Mencapai Rp193 Miliar, Dr Jack Membantah

Ia menjelaskan, yang terjadi selama ini, RSUD Provinsi NTB sudah memberikan pelayanan kepada pasien pemegang kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), tetapi tidak semua klaim medis langsung dibayar BPJS Kesehatan. Sementara biaya pembelian obat dan alat kesehatan sudah terpakai untuk melayani masyarakat.

Biaya-biaya yang belum dibayar oleh BPJS itu tidak bisa dimasukkan langsung ke dalam pemasukan BLUD. 

"Ditunda (pembayaran klaim) otomatis yang saya catat itu adalah mana yang kira-kira uang riil-nya (uang masuk), kalau belum dibayar nanti akan dicatat setelah dibayar," jelasnya. 

Sehingga menurut Dokter Jack, hal itu tidak ada masalah dan mereka juga sudah diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Inspektorat NTB. 

"Sudah kita diperiksa, tidak ada masalah, itu terhitung sebagai piutang di BPJS," katanya. 

"Jadi kalau kita melayani BPJS, tidak semua apa yang kita layani itu di-acc pembayaranya oleh BPJS, sedangkan kita itu sudah uang keluar untuk belanja untuk obat," jelasnya. 

Lebih lanjut, Dokter Jack menjelaskan, pada saat seorang pasien BPJS butuh penanganan di IGD maka wajib dilayani, pihak rumah sakit tidak mempersulit dengan mengurus administrasi terlebih dahulu. Sehingga biaya pengobatan dalam kasus itu sudah dibelanjakan. 

"Setelah kita melayani, baru kita klaim ke BPJS, ada yang dibayar ada yang tidak, tetapi kita sudah mengeluarkan modal," jelasnya. 

"Orang sakit pasti kita layani, nah belum tentu yang kita layani itu BPJS mau bayar, kalau tidak dibayar tidak mungkin protes ke BPJS, mana yang dibayar BPJS itulah yang kita catat sebagai pendapatan kita, yang tidak dibayar ya sudah, memang kita (wajib) melayani masyarakat," tegasnya. 

Menurutnya, hal itu yang mungkin disebut dewan sebagai kelebihan bayar. "Makanya ini hanya soal pemahaman dan sudut pandang saja," katanya. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved