Rp 241 Miliar Uang Rakyat NTB Dikorupsi, Somasi Desak Pemda Bentuk Sistem Audit Partisipatif

Somasi NTB mencatat dalam waktu tiga tahun, 2022-2024 sebanyak Rp 241 miliar lebih uang negara yang dikorupsi dengan 130 tersangka.

Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Sirtupillaili
Dok.Somasi NTB
Data kasus korupsi dalam kurun waktu tiga tahun, 2022 sampai 2024. 

Hal ini bukan berarti kejaksaan merupakan institusi yang paling produktif, namun ini justru menjadi tantangan karena dari sekian kasus yang ditangani, pada akhirnya ada tersangka yang di-SP3 atau surat perintah penghentian penyidikan.  

Somasi NTB mencatat kasus korupsi yang di-SP3-kan, yakni kasus pembangunan IGD dan ICU di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Lombok Utara (RSUD KLU). Pada tahun 2023, Kejaksaan Tinggi NTB juga menghentikan penanganan 3 kasus korupsi yakni proyek PT Air Mineral Giri Menang, Penyertaan Modal Pemerintah pada BUMD Kabupaten Bima, dan kasus Sewa Lahan Bandara Sekongkang oleh PT AMMAN Mineral.

"Pun juga institusi kepolisian dalam hal ini melakukan penghentian terhadap kasus korupsi anggaran penyertaan modal pemerintah kepada PT Gerbang NTB Emas (GNE) sebagai penyelenggara sistem penyediaan air SPAM regional tahun 2019-2022," bebernya.

Institusi yang menangani kasus korupsi di NTB
Institusi yang menangani kasus korupsi di NTB (Dok.Somasi NTB)

Libatkan Warga dalam Audit

Dari hasil penelusuran dan analisis yang dilakukan tim, Somasi NTB meminta Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat maupun pemerintah Kabupaten/kota segera memperbaiki sistem tata kelola pemerintahan lebih inklusif. 

Sehingga akses informasi akses keterlibatan masyarakat di dalam pengambilan keputusan serta pengawasan berjalan secara baik, dan potensi terjadinya kejahatan korupsi dapat diminimalisir. 

"Pemerintah provinsi telah mendapatkan penilaian terbaik dari Komisi Informasi Pusat sebagai pemerintah yang menjalankan UU KIP namun itu masih sebatas kuantitatif dan faktanya masih banyak terdapat persoalan terkait dengan keterbukaan informasi," katanya.

Selain itu, pemerintah daerah harus membangun sistem audit partisipatif yang pelibatan masyarakat dalam melakukan pengawasan agar lebih bermakna dan tidak hanya terjebak dalam persoalan angka dan administratif saja.

"Kami mendesak aparat penegak hukum lebih serius lagi dalam melakukan penanganan kasus korupsi, sehingga tidak sampai terjadi penghentian kasus di tengah jalan. Hal ini banyak menimbulkan pertanyaan bagi masyarakat secara umum, meski di dalam UU hal tersebut diperbolehkan," katanya.

Somasi NTB juga menyarankan penegak hukum memulai membangun ruang partisipasi aktif yang bermakna dengan masyarakat luas, sehingga dalam proses pengawasan maupun penanganan kasus-kasus korupsi dapat berjalan dengan transparan serta profesional.

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved