Korupsi Shelter Tsunami
Fakta Proyek Shelter Tsunami Rp23 Miliar di Lombok, Mangkrak dan Dijadikan Tempat Jemur Pakaian
Pembangunan shelter tsunami ini harusnya bisa dimanfaatkan warga untuk mengungsi saat terjadi bencana gempa, tsunami, atau bencana lainnya.
Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Sirtupillaili
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK - Proyek pembangunan gedung tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami di Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara dikorupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus tersebut.
Masing-masing tersangka adalah Aprilialeli Nirmala alias AN, seorang pejabat pembuat komitmen pada proyek tersebut. Kemudian Agus Harianti alias AH, kepala proyek dari PT Waskita Karya.
KPK menyebut kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp 18,4 miliar lebih.
Sungguh disayangkan, pembangunan shelter tsunami ini harusnya bisa dimanfaatkan warga untuk mengungsi saat terjadi bencana gempa, tsunami, atau bencana lainnya.
Faktanya, proyek shelter ini hanya dijadikan bancaan para koruptor. Sehingga sejak awal pembangunan gedung tersebut tidak pernah digunakan sebagaimana mestinya.
Baca juga: KPK Tetapkan 2 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Pembangunan Shelter Tsunami di Lombok Utara
Tim ahli dari KPK sempat turun untuk menijau langsung kondisi gedung shelter tersebut. Berdasarkan hasil kajian tim ahli memang tidak memenuhi tujuan dibangunnya gedung.
Selain itu, sejak dibangunnya gedung tersebut mangkrak, bahkan oleh warga sekitar dijadikan tempat mengembala sapi dan berjemur.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam keterangan persnya, Selasa (30/12/2024) menjelaskan, pembangunan shelter tersebut tertuang dalam master plan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2012.
Gedung tersebut dibangun sebagai tempat evakuasi bila terjadi gempa bermagnitudo 9 SR disertai tsunami.

Pada tahun April 2014, pembangunan shelter tsunami dimulai. Satuan Kerja (Satker) Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Kementerian PUPR meminta PBL Dinas PUPR Provinsi NTB memulai pembangunan gedung dengan anggaran Rp 23,2 miliar.
Sebelumnya, Kementerian PUPR sudah memberikan detail engineering desain (DED) kepada tersangka AN selaku PKK, namun tersangka tersebut meminta kepada SD Kabid Cipta Kerja Dinas PUPR NTB mengubah DED itu.
"Saudara AN menurunkan spesifikasi tanpa melakukan kajian yang dapat dipertanggung jawabkan," kata Asep.
Spesifikasi yang diturunkan diantaranya menghilangkan balok pengikat antar kolom dalam elevasi lima meter.
Dalam dokumen perencanaan seluruh kolom terdapat balok pengikat namun setelah diubah balok pengikat tersebut hanya mengikat sekeliling kolom.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.