Korupsi Shelter Tsunami
KPK Tetapkan 2 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Pembangunan Shelter Tsunami di Lombok Utara
"Perbuatan kedua tersangka sudah cukup membuktikan tindak pidana korupsi," kata Asep melalui keterangan persnya di Gedung Merah Putih.
Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Sirtupillaili
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka kasus dugaan korupsi, proyek pembangunan gedung tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami di Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, dua tersangka tersebut ialah Aprilialeli Nirmala alias AN yang merupakan pejabat pembuat komitmen pada proyek tersebut kemudian Agus Harianti alias AH merupakan kepala proyek dari PT Waskita Karya.
"Perbuatan kedua tersangka sudah cukup membuktikan tindak pidana korupsi," kata Asep melalui keterangan persnya di Gedung Merah Putih, Senin (30/12/2024) sore.
Asep menjelaskan proyek pembangunan shelter tersebut tertuang dalam master plan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada tahun 2012, gedung tersebut dibangun sebagai tempat evakuasi bila terjadi gempa bermagnitudo 9 SR disertai tsunami.
"Tempat evakuasi ini tujuannya untuk berlindung masyarakat bila terjadi gempa dan tsunami karena kita tahu negara kita dilewati cincin api," kata Asep.
Pada tahun April 2014 pembangunan shelter tsunami tersebut satuan kerja penataan bangunan dan lingkungan (PBL) Kementerian PUPR, meminta PBL Dinas PUPR Provinsi NTB memulai pembangunan gedung dengan anggaran Rp 23,2 miliar tersebut.
Sebelumnya, Kementerian PUPR sudah memberikan detail engineering desain (DED) kepada tersangka AN selaku PKK, namun tersangka tersebut meminta kepada SD Kabid Cipta Kerja Dinas PUPR NTB mengubah DED tersebut.
"Saudara AN menurunkan spesifikasi tanpa melakukan kajian yang dapat di pertanggung jawabkan," kata Asep.
Spesifikasi yang diturunkan diantaranya menghilangkan balok pengikat antar kolom dalam elevasi lima meter, dalam dokumen perencanaan seluruh kolom terdapat balok pengikat namun setelah diubah balok pengikat tersebut hanya mengikat sekeliling kolom.
AN juga mengurangi tulangan besi yang ada didalam kolom, semula tulangan tersebut berjumlah 48 setelah diubah menjadi 40 tulangan, kemudian mengubah mutu beton.
Selain itu sebelum pengerjaan proyek, DED yang digunakan tersebut tanpa tanda tangan persetujuan dari BPBD. Selain itu ketua pokja proyek pembangunan shelter tsunami menunjuk PT Waskita Karya yang mengerjakan proyek dengan anggaran Rp 19,6 miliar.
Sementara PT Adi Cipta sebagai konsultan manajamen konstruksi dengan anggaran Rp 497 juta. Saat pembangunan tersebut dilakukan sempat dilakukan rapat yang dihadiri oleh Kabid Cipta Karya Dinas PUPR NTB.
Dalam berita acara rapat sebetulnya sudah tercium kejanggalan dalam pembangunan shelter tsunami tersebut, pada saat itu kedua tersangka menyadari bahwa gambar yang dibuat tidak layak dijadikan satuan kerja.
Saat dilakukan pemantauan oleh AN, tersangka AH mengatakan kolom ram terlalu panjang sehingga dibutuhkan tambahan kolom struktur dan balok karena dikhawatirkan akan melengkung.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.