Opini
Tiga Sebab 'Kekalahan' Bang Zul di Pilgub NTB 2024
Lalu Iqbal-Dinda unggul dalam hitung cepat Pilgub NTB 2024 di atas Zul-Uhel dan Rohmi-Firin.
Tampilan yang ditunjukkan oleh Bang Zul, atau oleh pasukannya di ruang publik sebetulnya cukup bagus, terkesan humanis. Mencitrakan Bang Zul sebagai sosok yang dekat dengan rakyat. Ini relevan dengan gaya blusukan Bang Zul. Ini bisa mempersuasi segmen pemilih tertentu. Namun, pada bab lain, yang tampak terasa adalah, cara dan pola komunikasi publik yang ditampilkan oleh pasukan Bang Zul tidak sedikit yang hanya menjadi 'noise' di ruang publik. Mudah ditebak, mudah dibantah, dan framingnya tak tepat sasaran, bias.
Dalam spektrum yang lebih luas, Bang Zul, atau lebih tepatnya tim pemenangannya, tampak salah membaca keadaan. Atau mungkin, telambat menganalisa perubahan keadaan. Puncaknya pada periode awal Agustus hingga September. Di sini, mulai terjadi kecenderungan penurunan elektabilitas Bang Zul dan pasangannya. Tak banyak yang dilakukan. Dan ini telat disadari. Pada lain sisi, penterasi paslon lain cukup massif. Sebagai cagub petahana, kecenderungan penurunan elektabilitas pada jadwal Pilkada yang cukup sempit adalah petaka. Teori 'rebound' elektabilitas menjadi sulit di tengah kejaran waktu yang mepet. Saya nelihat, Bang Zul serta perangkat pemenangannya, juga keliru membaca kekuatan lawan.
Saya teringat sebuah kutipan filsafat yang saya lupa entah penggubahnya siapa "Bahkan orang yang lima tahun belajar bertarung menggunakan pedang bisa kalah dengan orang yang membeli pistol lima jam yang lalu". Apa yang hendak saya sampaikan pada poin ini merupakan rangkaian yang saling terkait satu sama lain. Problem utamanya, kegagalan membangun pasukan. Dan ini berkorelasi cukup jauh dan berdampak pada kurang efektifnya kerja-kerja pemenangan.
Bang Zul terlambat memitigasi ini. Pada fase akhir, saya menilik Bang Zul sempat punya momentum. Ada gelombang dukungan yang sebetulnya bisa tidak memburuk keadaan. Salah satunya dukungan TGB. Tapi khusus pada bab ini, saya akan mengurainya pada kesempatan lain.
(Mungkin) Bang Zul Salah dalam Mengelola Kekuasaan
Faktor ini, saya tempatkan di posisi ketiga dari tiga yang utama. Sejatinya, ini bisa jadi faktor utama. Namun, ini tampaknya bisa debatable, itu sebabnya juga saya menyematkan kata 'mungkin' dan menempatkannya di jabaran akhir. Saya akan berupaya membatasi analisa saya pada beberapa hal. Termasuk tidak membahas perihal kinerja, hingga program kerja. Untuk memulai ini, dalam beberapa hal, saya menerima argumentasi ihwal adanya gempa bumi dan covid-19 yang 'mengganggu' masa kepemimpinan Bang Zul. Setidaknya cukup banyak mengambil porsi dan fokusnya dalam memimpin NTB. Situasi ini, sepertinya membuat Bang Zul tampak berkreasi kurang maksimal.
Secara pengalaman politik, Bang Zul paripurna. Tak ada yang meragukan ini. Saya, juga kita semua. Sejak dilantik pada 19 September 2018, Bang Zul dikenal gemar blusukan. Tak terhitung, ribuan titik dikunjungi Bang Zul selama lebih kurang 1.825 hari menjabat. Ini sebetulnya modal yang kuat bagi petahana, secara politik. Tapi, Bang Zul tampaknya tidak berhasil mengkapitalisasi 'hobi blusukan' itu untuk kepentingan elektoral.
Keyakinan saya ini divalidasi pada banyak temuan survei (jajak pendapat). Ada gap antara popularitas (kedikenalan) dengan akseptabilitas (kedisukaan) pada diri Bang Zul sebagai tokoh publik. Jika ingin diartikan secara sederhana, temuan ini dapat berarti, tidak semua orang yang mengatakan kenal dengan Bang Zul, juga suka dengan Bang Zul (ada kelompok yang tidak suka). Kedisukaan ini korelatif dengan elektabilitas (keterpilihan). Saya menemukan gelagat ini juga pada politisi lain, tetapi jarak antara popularitas dan akseptabilitasnya tidak selebar Bang Zul.
Pertanyaannya: mengapa? Jawabannya kembali kepada faktor ketiga ini. Beberapa jawaban yang bisa diterima 'mungkin' dan disampaikan secara terbuka adalah pandangan sumir elite terhadap sosok Bang Zul. Pada alasan ketiga ini, saya tak akan memberi perspektif yang panjang. Saya memberikan ruang yang luas bagi siapapun untuk menyampaikan argumentasi dan penilaiannya.
Sejatinya ada faktor-faktor lain yang menjadi variabel kelalahan Bang Zul di Pilgub NTB kali ini. Sebut saja faktor pemilihan pasangan, juga barangkali ketersediaan logistik, ini kausalitas. Tetapi saya tak mengurainya pada tulisan ini. Melalui tulisan ini juga, saya, dan juga mungkin kita, mesti menyampaikan ucapan 'terima kasih' kepada Bang Zul atas pengabdian dan dedikasinya untuk masyarakat NTB. Bang Zul akan dikenang.
Pada tulisan lain, saya juga akan berlaku sama. Saya akan memberikan ulasan perihal 'Tiga Sebab Utama Kekalahan Ummi Rohmi di Pilgub NTB 2024' juga 'Tiga Sebab Utama Kemenangan Lalu Iqbal di Pilgub NTB 2024'.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.