Sebuah Catatan tentang Teknopoli

Teknopoli adalah keadaan budaya dan oleh karena itu secara otomatis menjadi keadaan pikiran

Dok. Syahrul Gufran
Ilustrasi teknologi. Teknopoli adalah keadaan budaya dan oleh karena itu secara otomatis menjadi keadaan pikiran. 

Oleh: Nurhadi Ihwani, M.A
Dosen Ilmu Komunikasi, Universitas Teknologi Sumbawa

Tiga puluh satu tahun yang lalu, Neil Postman menulis sebuah buku yang berjudul The Surrender of Culture to Technology. Buku ini menyajikan diagnosa tentang dampak dari teknologi terhadap sosio-sistem, tentang bagaimana masyarakat modern hari ini dikelilingi oleh teknologi atau bahkan merangkul dengan mesra penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari.

Postman menghasilkan analisis brilian terhadap perubahan mendasar yang terjadi dalam budaya kita. Fokus dari kajiannya menyoroti efek teknologi yang begitu halus terhadap budaya dan menelusuri perkembangannya menuju ke arah teknopoli kontemporer, atau monopoli kekuasaan yang dimiliki teknologi di dalam masyarakat.

Postman menggunakan cerita tentang dialog antara Thamus dan Theus mengenai kekhawatiran mereka akan hadirnya teknologi tulisan sebagai sebuah analogi untuk menunjukkan bahwa teknologi sejatinya adalah sebuah berkat dan sekaligus sebuah beban.

Teknologi membawa perubahan mendasar pada kebiasaan berpikir kita dan menciptakan konsepsi baru tentang apa yang nyata. Secara ekologis teknologi mengubah struktur kepentingan kita (apa yang kita pikirkan), karakter simbol kita (gagasan, gambar, dan bahasa yang kita gunakan), dan sifat dari komunitas kita (tempat dimana pikiran kita berkembang).

Teknologi menciptakan cara-cara baru tentang bagaimana orang memandang realitas. Cara pandang inilah yang kemudian membentuk kehidupan. Sebuah alat diciptakan dan digunakan untuk memecahkan masalah praktis dalam dunia seni, politik, atau bahkan kehidupan religius, bukan untuk menyerang martabat atau integritas budaya yang ada.

Tetapi faktanya, yang terjadi justru sebaliknya, dalam sebuah teknokrasi, alat memainkan peran sentral dalam dunia pemikiran budaya. Mereka menyerang budaya, bahkan menawarkan diri untuk menjadi budaya itu sendiri.

Jam, mesin cetak, dan teleskop adalah tiga teknologi yang digunakan Postman untuk menggambarkan efek teknologi baru pada pandangan dunia yang menciptakan pemisahan antara nilai moral dan intelektual.
Misalnya, efek sains dan sebuah penemuan teknologi baru terhadap tatanan masyarakat dan budaya.

Tujuan sains dan penemuan teknologi hari ini cenderung untuk menunjukkan kemajuan manusia, bukan untuk menyatakan bahwa di sana ada kemuliaan dan pemberian Tuhan terhadap kemampuan berfikir dalam otak manusia.

Akibatnya, konsepsi tentang hidup adalah sebuah rancangan Tuhan menjadi kehilangan kekuatan dan maknanya. Teknopoli melangkah lebih jauh lagi dari teknokrasi dengan menghapus pandangan yang bertentangan dan membuatnya tidak relevan, sehingga terjadi pendefinisian ulang terhadapa kata-kata atau konsep seperti agama, seni, keluarga, politik dan lain-lain.

Lantas kapan kemudian teknopoli dimulai? Scientific Management merupakan momentumnya. Scientific Management adalah sebuah konsep yang memperkenalkan perhitungan efisiensi dan teknis kepada perusahaan industri, yang memandang subjek sebagai sebuah hambatan dan menegaskan bahwa apa yang terukur itu penting. Sehingga sistem atau teknik ini menganggap kebutuhan akan manusia atau orang menjadi kurang penting daripada kebutuhan akan mesin, dan mesin menjadi lebih berharga daripada orang.

Seiring dengan sains, teknologi, dan narasi kemajuannya, menurut Postman, muncul sebuah masalah baru: yaitu kekacauan informasi. Tidak satu pun masalah kita disebabkan oleh kurangnya informasi, namun karena kurangnya kemampuan untuk menganalisa dan memprioritaskannya. Postman menjelaskan dampak budaya pencetakan; telegrapi, fotografi, penyiaran dan komputer sebagai penanda budaya teknologi yang memberi kita akses ke informasi dengan sangat instan dan tanpa pandang bulu.

Hasilnya adalah kita secara mau tidak mau, suka atau tidak suka harus menyesuaikan diri dengan teknologi baru, di dunia baru, yang dimana kemajuan teknologi telah menjadi tujuan utama kehidupan.

Teknopoli adalah keadaan budaya dan oleh karena itu secara otomatis menjadi keadaan pikiran. Budaya mencari otorisasi di bidang teknologi, mendapat perintah dari teknologi. Teknologi menjadi pencapaian tertinggi umat manusia, dan solusi yang diakui untuk setiap dilema manusia.

Teknologi dikatakan menawarkan peningkatan kebebasan, kreativitas, dan ketenangan pikiran. Namun kenyataannya, informasi tidak melakukan semua hal itu, tapi justru sebaliknya.

Ada sebuah kutipan menarik dari Postman yang menyatakan bahwa:
"Kepada setiap kepercayaan, kebiasaan, atau tradisi lama, akan selalu ada dan masih merupakan alternatif teknologi. Untuk berdoa, alternatifnya adalah penisilin. Untuk akar keluarga, alternatifnya adalah mobilitas. Untuk membaca, alternatifnya adalah menyaksikan tayangan. Untuk menahan diri, alternatifnya adalah kepuasan langsung. Untuk berbuat dosa, alternatifnya adalah psikoterapi. Untuk ideologi politik, alternatifnya adalah daya tarik populer yang ditetapkan melalui polling ilmiah."

Jadi, inilah kisah tentang teknopoli:
"Selamat datang di era kemajuan tanpa batas, hak tanpa tanggung jawab, dan teknologi tanpa etika."

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved