Guru Besar Unram Minta 11 Kepala Daerah Desak RUPS Bank NTB Syariah Soal Kejanggalan Kredit Istimewa

Terungkap temuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap pemberian pembiayaan yang dilakukan Bank NTB Syariah

Penulis: Robby Firmansyah | Editor: Wahyu Widiyantoro
TRIBUNLOMBOK.COM/ROBBY FIRMANSYAH
Guru Besar Universitas Mataram Prof Sugiarto saat memberikan penjelasan terkait kondisi Bank NTB Syariah, Selasa (30/1/2024). Terungkap temuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap pemberian pembiayaan yang dilakukan Bank NTB Syariah. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Robby Firmansyah

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Guru Besar Hukum Bisnis Universitas Mataram Prof Sudiarto mendesak 11 Kepala Daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk segera melakukan Rapat Evaluasi Pemegang Saham (RUPS) terkait pengelolaan keuangan di Bank NTB Syariah.

Desakan tersebut didasari atas temuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap pemberian pembiayaan yang dilakukan Bank NTB Syariah, dinilai janggal.

Pertama, kata Sudiarto, pembiayaan mengenai pemberian kredit dengan cara yang istimewa.

Sudiarto mengungkap, sekurang-kurangnya ada 18 perusahaan yang kreditnya akan jatuh tempo pada 2024 ini.

Baca juga: Guru Besar Unram Lapor Dugaan Penyelewengan Dana di Bank NTB Syariah Rp26,4 Miliar ke Polisi

Secara umum ada tiga perusahaan yang akan jatuh tempo kredit ke Bank NTB Syariah, yakni PT Carsten Group Indonesia (CGI) nilai pembiayaan Rp 11 miliar, PT Lombok Institute Of Flight Technology senilai Rp 10,1 miliar dan PT Aria Jaya Raya dengan 18 perusahaan senilai Rp 318 miliar.

"Saya ragu dengan jaminan sertifikat ini apakah mencapai Rp318 miliar, yang kedua ada kontrak yang dijaminkan. Saya pernah jadi kontraktor jadi kalau kita jaminkan kontrak ini pencairan di Bank yang bersangkutan, tapi ini tidak masuk akal," kata Sudiarto, Selasa (30/1/2024).

Direktur Pusat Pemberdayaan Masyarakat NTB itu menyoroti soal pengembalian premi asuransi dari Askrida ke Bank NTB Syariah tidak masuk dalam pembukuan bank.

Kemudian soal pembayaran premi asuransi yang dilakukan nasabah namun tidak masuk dalam pembukuan.

Dosen Universitas Mataram itu menjelaskan setiap nasabah yang melakukan pinjaman ke Bank NTB Syariah diwajibkan membayar premi asuransi.

Nama Komisaris Independen Bank NTB Syariah Dicatut untuk Pinjaman Koperasi Hingga Beli Emas

Jumlah pembayaran tersebut beraga tergantung nominal pinjaman.

Bank NTB Syariah akan membayarkan premi ke perusahaan asuransi dalam hal ini PT Askrida.

Perusahaan asuransi tersebut nantinya akan mengembalikan 20 persen dari premi yang dibayarkan tersebut ke Bank NTB Syariah.

Berdasarkan data yang dimiliki Sudiarto, pada tahun 2019 saja jumlah premi yang disetorkan Bank NTB Syariah ke PT Askrida sebesar Rp 53,6 miliar.

Sehingga jumlah pengembalian premi tersebut sebesar Rp10,7 miliar.

Di tahun 2020 jumlah premi yang disetorkan sebesar Rp38,3 miliar sehingga premi yang dikembalikan senilai Rp7,6 miliar.

Tahun 2021 jumlah setoran premi sebesar Rp81,2 miliar sehingga jumlah premi yang dikembalikan Rp16,2 miliar.

Sementara untuk tahun 2022 dan 2023 Sudiarto belum memperoleh datanya.

"Kalau dulu ini digunakan sebagai dana kebajikan, masuk dia ke pembukaan kalau penggunaan silakan Bank NTB yang atur, sekarang gak ada masuk," jelas Sudiarto.

Berdasarkan catatan OJK, kondisi tersebut disebabkan lantaran dewan komisaris Bank NTB Syariah tidak bekerja secara optimal sebagai mana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

"Belum optimalnya kerja dewan komisaris," kata Sudiarto mengutip pernyataan tertulis OJK dalam laporan yang dimilikinya.

Untuk menjaga kesehatan Bank NTB Syariah, Sudiarto mendesak seluruh pemegang saham untuk melakukan RUPS untuk mengevaluasi kinerja dewan komisaris dan dewan direksi.

Terpisah Karo Keuangan Setda Provinsi NTB H Wirajaya mengatakan pemerintah saat ini masih menunggu hasil audit dari OJK.

"Yang punya kewenangan itu untuk menilai kapan kita akan lakukan hal-hal yang sifatnya strategis itu berdasarkan OJK, karena prinsip kehati-hatian harus kita jaga," kata Wirajaya.

Meskipun Pemerintah Provinsi NTB menjadi Pemegang Saham Pengendali (PSP), namun dalam rapat istimewa tersebut akan melibatkan 10 Pemerintah Daerah Kabupaten Kota di Provinsi NTB.

"Desakan RUPS itu biasa saja nanti itu kita akan rapat kan selaku pemegang saham," pungkasnya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved