Pilpres 2024
Jokowi Enggan Komentari Pemecatan Iparnya dari Jabatan Ketua MK, Suhartoyo Gantikan Usman
Menurut Moeldoko, pemerintah sebagai lembaga eksekutif tidak mau mencampuri kewenangan di wilayah yudikatif.
TRIBUNLOMBOK.COM, JAKARTA - Presiden Jokowi enggan mengomentari keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang memecat adik iparnya, Anwar Usman sebagai Ketua MK. Presiden enggan komentari putusan karena alasan ranah lembaga yudikatif.
"Itu wilayah yudikatif. Saya tidak ingin komentar banyak, sekali lagi karena itu kewenangan di wilayah yudikatif," kata Presiden Jokowi, di SMKN 1 Purwakarta, Jawa Barat, Kamis (9/11/2023).
Baca juga: Jokowi Wanti-wanti Pihak yang Coba Cawe-cawe di Pemilu 2024: Sangat Terbuka, Bisa Diawasi Siapa Saja
Di tempat berbeda, Kepala Staf Presiden Moeldoko juga menjawab hal yang sama saat ditanya mengenai putusan MKMK yang memecat Anwar dari Ketua MK karena terbukti melakukan pelanggaran etik berat dalam memutus perkara batas usia Capres- Cawapres.
Menurut Moeldoko, pemerintah sebagai lembaga eksekutif tidak mau mencampuri kewenangan di wilayah yudikatif. "Karena ini proses yudisial dalam sebuah institusi bukan di kabinet. Jadi saya tidak masuk dalam area itu," katanya.
Sebelumnya, MKMK membacakan putusan nomor 2/MKMK/L/11/2023 terkait pelanggaran etik berat hakim MK dengan terlapor Ketua MK Anwar Usman.
Dalam amar putusannya, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menyatakan, bahwa Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
Setelah Anwar dipecat dari jabatan ketua MK, para hakim konstitusi lantas melakukan pemilihan ketua yang baru, Kamis (9/11/2023). Hakim Konstitusi Suhartoyo terpilih sebagai ketua baru MK.
Pemilihan Suhartoyo sebagai Ketua MK, dilakukan melalui Rapat Permusyawakatan Hakim (RPH) tertutup untuk umum yang berlangsung di Ruang Sidang Pleno MK kemarin.
"Kami bersembilan sepakat memberikan kesempatan pada dua hakim konstitusi yang disebut dalam RPH tadi, diminta untuk diskusi berdua. Jadi tujuh dari sembilan hakim meninggalkan ruangan. Hanya saya dan Pak Suhartoyo untuk berdiskusi. Siapa yang mau jadi ketua dan jadi wakil ketua," kata Wakil Ketua MK Saldi Isra di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (9/11/2023).
"Sambil refleksi, kami kedua nanti, ada dorongan memperbaiki MK setelah beberapa kejadian terakhir. Akhirnya kami berdua sampai pada keputusan, yang disepakati dari hasil tadi untuk jadi Ketua MK ke depan adalah Bapak Suhartoyo. Dan saya tetap jadi Wakil Ketua," sambungnya.
Sebelumnya, sembilan hakim konstitusi melakukan RPH secara tertutup sejak pukul 09.00 WIB.
Sembilan hakim konstitusi yang ikut dalam RPH tersebut, yaitu Anwar Usman, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, Manahan M P Sitompul, Suhartoyo, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan M Guntur Hamzah.
Delapan dari sembilan hakim konstitusi memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih sebagai Ketua MK. Adapun pengecualian khusus Anwar Usman tidak memiliki hak mencalonkan diri atau dipilih sebagai ketua maupun wakil ketua MK karena adanya Putusan MKMK yang melarang dirinya menjadi pimpinan MK hingga akhir masa jabatannya sebagai hakim konstitusi.
Ketua MK Suhartoyo menyatakan akan memperbaiki hal-hal yang dipandang tak baik di MK. "Yang sekiranya di MK itu dipandang ada yang tidak baik, tentunya akan kami perbaiki bersama, termasuk dengan para hakim yang lain," kata Suhartoyo.
Ia membahas bagaimana dirinya telah lama bekerja sama dengan Wakil Ketua MK, Saldi Isra. "Saya dengan Prof Saldi bukan sebentar kerja sama, meskipun beliau wakil saya hakim, sebenarnya secara substansial sering kerja sama untuk peningkatan kelembagaan," tuturnya.
Suhartoyo meminta doa. Jika ke depan MK melakukan kesalahan, ia tak masalah mendapatkan kritikan. Harapannya, kritikan itu bisa digunakan sebagai bahan untuk melakukan evaluasi. Ia lantas menyoroti, apabila MK melakukan kesalahan dan dibiarkan begitu saja, itu bisa menciptakan sesuatu yang fatal.
"Paling tidak saya mohon doanya dari teman-teman pers, kalau memang kami ke depan kami tidak baik tidak apa-apa dikritik berdua, sehingga kami setiap saat bisa melakukan evaluasi," jelas Suhartoyo.
"Jadi jangan dibiarkan, kalau adik-adik semua juga membiarkan sama juga kemudian menjadikan embrio itu menjadi besar dan menjadi fatal," pungkasnya.
Suhartoyo lahir di Sleman, Yogyakarta pada 15 November 1959. Dilansir situs resmi MK, ia menikah dengan Sustyowati dan dikarunai tiga anak.
Suhartoyo mengenyam pendidikan sarjana di Universitas Islam Indonesia (1983), kemudian melanjutkan program magister di Universitas Taruma Negara (2003). Sementara itu, program doktor ia raih di Universitas Jayabaya (2014).
Suhartoyo memulai kariernya sebagai seorang hakim di PN Bandar Lampung pada 1986. Ia terpilih menjadi Hakim Konstitusi menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang habis masa jabatannya sejak 7 Januari 2015 lalu. Pada 17 Januari 2015, dia mengucap sumpah di hadapan Presiden Jokowi.
Jadi Beban MK
Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Ismail Hasani mengatakan, putusan MKMK memecat Anwar Usman dari jabatan ketua MK menjadi opium dan obat penawar sesaat atas amarah publik yang kecewa dan marah dengan Putusan 90/PUU-XXI/2023, yang menjadi puncak kejahatan konstitusi (constitutional evil) dan matinya demokrasi di Indonesia.
"Kemarahan publik bukan hanya soal kandidasi Gibran Rakabuming Raka, putera Presiden Jokowi, yang melaju pesat menjadi calon wakil presiden dengan landasan Putusan 90, tetapi yang utama justru karena peragaan kekuasaan yang merusak hukum dan konstitusi guna mencapai kehendak dan kekuasaan," kata Ismail dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/11/2023).
Dosen Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengatakan, demokrasi telah menjelma menjadi vetokrasi, dimana sekelompok orang dan kelompok kepentingan yang sangat terbatas.
"Mengorkestrasi Mahkamah Konstitusi untuk memuluskan Gibran Rakabuming Raka mengikuti kandidasi Pilpres dengan memblokir kehendak demokrasi dan konstitusi," kata Ismail.
Menurutnya, fakta bahwa Anwar Usman melakukan pelanggaran berat, secara moral dan politik telah pula menjadi bukti bahwa Putusan 90 bukan diputus demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana irah-irah dalam putusan MK. "Tetapi demi kepentingan memupuk kuasa," katanya.
Secara moral dan politik, putusan 90 kehilangan legitimasi. "Untuk memulihkan marwah mahkamah, SETARA Institute mendesak Anwar Usman mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Hakim MK, sehingga tidak lagi membebani mahkamah," katanya. (*)
Ganjar Pranowo Ogah Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Piih Jadi Oposisi |
![]() |
---|
Sandiaga Uno Ogah Berandai-andai Masuk Kabinet Prabowo-Gibran |
![]() |
---|
Alasan MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, Din Syamsuddin Sebut Ini Bukan Kiamat |
![]() |
---|
Alasan MK Tolak Gugatan Pilpres 2024 Anies-Muhaimin Soal Pencalonan Gibran Hingga Bansos Jokowi |
![]() |
---|
KPU Lombok Timur Terima Gugatan PHPU TPN Ganjar-Mahfud di 6 TPS |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.