Pemilu 2024

Penukaran Uang Pecahan Rp 50.000 Melonjak Saat Masa Tenang Pemilu, Demi Serangan Fajar?

Sejalan dengan itu, PPATK menemukan, transaksi terkait Pemilu justru melonjak pada masa tenang atau satu hingga tiga hari sebelum pemungutan suara.

|
Editor: Dion DB Putra
DOK TRIBUN
Uang rupiah pecahan 50 ribu. 

TRIBUNLOMBOK.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkap sejumlah pola transaksi janggal pada masa Pemilu 2019.

Salah satunya, pada masa tenang, marak terjadi penukaran uang pecahan Rp 50.000 dan Rp 100.000 di bank. PPATK menduga, massifnya aktivitas tersebut merupakan bagian dari politik uang Pemilu.

Baca juga: Preferensi Pemilih Milenial dan Gen Z di Pemilu 2024 Ditaksir Tidak Terpengaruh Coat Tail Effect

“Di minggu tenang ada penukaran Rp 113 miliar uang Rp 50.000-an dan Rp 100.000-an hanya dari satu calon,” kata Ivan dalam Forum Diskusi Sentra Gakkumdu yang ditayangkan YouTube Kemenko Polhukam, Selasa (8/8/2023).

Sejalan dengan itu, PPATK menemukan, transaksi terkait Pemilu justru melonjak pada masa tenang atau satu hingga tiga hari sebelum pemungutan suara.

Transaksi ini tercatat dalam rekening khusus dana kampanye (RKDK) para peserta Pemilu. Sebaliknya, menurut RKDK peserta Pemilu, transaksi yang tercatat selama masa kampanye justru lebih rendah dibanding saat masa tenang.

Di sini, terjadi anomali bahwa ketika aktivitas kampanye sedang tinggi-tingginya, transaksi keuangan terkait Pemilu yang terekam dalam RKDK malah cenderung statis.

“Kalau transaksinya banyak di masa kampanye oke, untuk biaya kampanye, sewa gedung, beli makan, beli kaus, bayar macam-macam itu di masa kampanye. Tapi kenapa RKDK ini banyak bergeraknya di minggu tenang?” ujar Ivan.

Atas temuan tersebut, PPATK menduga, aktivitas kampanye para peserta Pemilu didanai oleh sumber-sumber yang tak tercatat.

Sumber dana itu bisa saja berasal dari pihak yang melakukan aktivitas ilegal, sepertI pelaku ilegal logging, pelaku ilegal mining, bahkan bandar narkotika.

Menurut Ivan, situasi ini terjadi karena aturan Pemilu tak melarang aktivitas kampanye didanai dari sumber lain di luar RKDK.

“Jadi orang mau nyumbang pakai apa-apa silakan saja, fatalnya kan di situ. Hasil Narkoba masuk silakan saja, nanti dia pakai macam-macam silakan saja,” tutur dia.

Pada kesempatan yang sama, Ivan mengungkapkan temuan PPATK soal dugaan uang hasil kejahatan lingkungan sebesar Rp 1 triliun yang mengalir ke partai politik. Dana tersebut diduga untuk kepentingan Pemilu 2024. Temuan itu, kata Ivan, telah disampaikan PPATK kepada KPU dan Bawaslu.

“Lalu salah satu hasil temuan PPATK yang sudah ditemukan beberapa waktu yang lalu, ada uang Rp 1 triliun, uang kejahatan lingkungan, yang masuk ke parpol, itu kurang lebih ya,” ujar dia. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved