Pulau Jawa jadi Tempat Pencucian Uang, Jawa Timur Tertinggi Disusul Jakarta dan Jawa Barat

Ketua PPATK Ivan Yustiavandana membeberkan, Jawa Timur, DKI Jakarta dan Jawa Barat merupakan tiga besar wilayah yang cenderung punya risiko tinggi.

|
Editor: Dion DB Putra
KOMPAS/PRIYOMBODO
Ilustrasi. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mengatakan sangat mungkin dana hasil tindak pidana masuk sebagai dana kampanye peserta Pemilu 2024. 

TRIBUNLOMBOK.COM, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengatakan sangat mungkin dana hasil tindak pidana masuk sebagai dana kampanye peserta Pemilu.

PPATK sudah melakukan pemetaan sebaran dana tindak pidana tersebut.

Ketua PPATK Ivan Yustiavandana membeberkan, Jawa Timur, DKI Jakarta dan Jawa Barat merupakan tiga besar wilayah yang cenderung punya risiko tinggi ihwal dana kampanye sebagai sarana pencucian uang.

Baca juga: Nilai Aset Pencucian Uang Rafael Alun Diduga Nyaris Rp 100 Miliar Bahkan Lebih

Hal ini disampaikan Ivan dalam paparannya di Forum Diskusi Sentra Gakkumdu (Sentra Penegakan Hukum Terpadu) bertajuk Wujudkan Pemilu Bersih yang berlangsung daring, Selasa 8 Agustus 2023.

Dalam paparannya, angka kecenderungan risiko pencucian uang di Jawa Timur 9,00, DKI Jakarta mencapai 8,90, dan Jawa Barat 7,57.

"Jawa Timur tetap paling tinggi kalau dilihat kecenderungannya 9, DKI Jakarta 8,9, Jawa Barat 7,57. Ini artinya apa? Artinya dana hasil tindak pidana masuk sebagai biaya untuk kontestasi politik," jelas Ivan.

"Ini dia wilayah paling tinggi itu memang Jakarta, cuma kalau Jakarta karena sistemnya sudah bagus, dia cenderung lebih mudah diketahui, berbeda dengan Jawa Timur," sambungnya.

Ivan juga mengungkap beberapa isi laporan transaksi keuangan mencurigakan dalam rekening khusus dana kampanye (RKDK) yang dirasa mengintervensi kampanye.

Angka ini, katanya lagi, tidak bisa langsung dikatakan sebagai dana tindak pidana. Sebab total angka tersebut adalah potret mutasi dari rekening-rekening yang PPATK indikasikan dengan kontestasi politik. Adapun total angka keseluruhan provinsi ialah mencapai 1.147.093.441.950.

"Di Aceh kita menemukan transaksi Rp 50 miliar, kecil. Lalu DKI Jakarta Rp 540 triliun, itu bobot kredit yang kita beli kaos lah beli logistik lah," jelasnya.

"Ini Jawa Timur angkanya Rp 367 triliun, angkanya luar biasa besar tapi tidak bisa dikatakan tindak pidana ini adalah portret mutasi rekening-rekening yang kita indikasi kan terkait kontestasi politik," tandas Ivan.

Dijelaskan, dalam transaksi di rekening khusus dana kampanye (RKDK), dana justru mengalir deras di saat masa tenang bukan pada masa kampanye.

Pertanyaannya, kalau minggu tenang banyak transaksi, lalu uangnya buat apa? Kalau transaksi banyak di masa kampanye, oke untuk biaya kampanye, sewa gedung, beli makan, beli kaos. Itu di masa kampanye, tapi kenapa RKDK ini banyak bergeraknya di minggu tenang

Padahal, jelas Ivan, harusnya dana itu melambung tinggi saat peserta Pemilu sedang berada di masa kampanye. Mengingat akan banyak pengeluaran untuk sewa gedung sebagai tempat kampanye hingga pembiayaan logistik dan pakaian, misalnya.

"Jika melihat potensi seberapa bersihnya kontestasi politik itu dalam konteks PPATK, bagaimana transaksi itu dilakukan oleh si RKDK? Pada saat pembukaan RKDK dia transaksi flat saja, pada masa kampanye masuk tuh uang banyak, transaksi mulai banyak, yang paling banyak transaksi itu adalah
pada masa minggu tenang," jelasnya.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved