Beda Vonis Hakim untuk PPK dan Eks Bendahara RSUD Praya di Kasus BLUD

Eks Bendahara RSUD Praya Baiq Prapningdiah Asmarini dan PPK pada RSUD Praya Adi Sasmita terbukti bersalah korupsi BLUD

Istimewa/Sadim
Pejabat pembuat komitmen (PPK) pada RSUD Praya Adi Sasmita meninggalkan ruang sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Jumat (14/7/2023) petang. Eks Bendahara RSUD Praya Baiq Prapningdiah Asmarini dan PPK pada RSUD Praya Adi Sasmita terbukti bersalah korupsi BLUD. 

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Eks Bendahara RSUD Praya Baiq Prapningdiah Asmarini dan pejabat pembuat komitmen (PPK) pada RSUD Praya Adi Sasmita mendapat vonis berbeda dalam kasus korupsi proyek Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Majelis hakim vonis 2 tahun penjara kepada Adi Sasmita sementara 1,5 tahun untuk Baiq Prapningdiah Asmarini dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Jumat (14/7/2023) petang.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Baiq Prapningdiah Asmarini dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan," kata Ketua majelis hakim Isrin Surya Kurniasih.

Selain itu, Baiq Prapningdiah Asmarini juga diputus pidana denda Rp50 juta yang apabila tidak dibayar maka harus diganti dengan kurungan selama 2 bulan.

Eks Bendahara RSUD Praya tidak diputus membayar pidana uang pengganti sebab sudah dibebankan kepada Direktur RSUD Praya Muzakir Langkir sebesar Rp883 juta.

Baca juga: Kejaksaan Agung Ungkap Kasus Korupsi Senilai Rp144,2 Triliun dan 61,9 Juta Dollar Sepanjang 2022

Vonis hukuman terhadap Baiq Prapningdiah ini lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan jaksa yang sebelumnya meminta agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 6,5 tahun dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Hakim dalam putusan menyatakan bahwa terdakwa telah menyalahgunakan kewenangan sebagai bendahara RSUD Praya dalam proses pencairan dana BLUD, yakni dengan melakukan penarikan uang kepada pelaksana proyek sebesar 5 persen dari setiap pencairan dana BLUD.

Penarikan dana itu dihimpun sebagai dana taktis yang secara rutin dilaporkan setiap bulan kepada Direktur RSUD Praya.

Uang yang terhimpun dalam dana taktis tersebut terungkap turut mengalir ke sejumlah pejabat daerah dan pihak kejaksaan serta menjadi THR bagi pegawai RSUD Praya. Sisa dari dana taktis per tahun, disetorkan oleh terdakwa kepada Direktur RSUD Praya.

"Bahwa terdakwa tidak melakukan tugas dan kewajiban sebagai bendahara, melainkan penarikan 5 persen dari setiap pencairan dana BLUD untuk pelaksana proyek itu dilakukan berdasarkan perintah Direktur RSUD Praya," ujarnya.

Usai mendengarkan pemaparan hakim, terdakwa bersama jaksa penuntut umum belum menentukan sikap terhadap putusan tersebut.

Di sidang terpisah, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) pada RSUD Praya divonis dengan penjara selama 2 tahun dan denda Rp50 juta subsider 2 bulan kurungan.

Hakim pun meminta agar uang Rp10 juta hasil sitaan jaksa dari Adi Sasmita pada saat penggeledahan di Kantor RSUD Praya dirampas untuk negara.

Vonis hukuman terhadap Adi Sasmita ini lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan jaksa yang sebelumnya meminta agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 8,5 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

"Terdakwa dalam perkara ini tidak menjalankan tugas sebagai PPK seperti menyusun HPS dan rancangan kontrak kerja. Melainkan, terdakwa menunjuk rekanan pelaksana proyek BLUD berdasarkan rekomendasi Direktur RSUD Praya," ujarnya.

Para terdakwa terbukti melanggar Pasal 3 dan Pasal 11 juncto Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved