Kejaksaan Agung Ungkap Kasus Korupsi Senilai Rp144,2 Triliun dan 61,9 Juta Dollar Sepanjang 2022

Tindak pidana korupsi yang kerap terjadi belakangan ini merugikan perekonomian negara dengan nilai kerugian yang sangat fantastis

DOK. PUSPENKUM KEJAKSAAN AGUNG RI
Jaksa Agung ST Burhanuddin menjadi pembicara kunci dalam Seminar Nasional dengan topik “Optimalisasi Kewenangan Kejaksaan Dalam Penanganan Tindak Pidana yang Merugikan Perekonomian Negara”, Kamis (13/7/2023) di Jakarta. 

TRIBUNLOMBOK.COM - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap tindak pidana korupsi yang merugikan negara hingga Rp144,2 triliun dan USD61,9 juta.

Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan pihaknya memiliki semangat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, yang kerap terjadi belakangan ini dan merugikan perekonomian negara dengan nilai kerugian yang sangat fantastis.

“Modus tindak pidana korupsi yang semakin berkembang akhir-akhir ini, membuat penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Kejaksaan tidak hanya bersinggungan dengan perkara yang mengakibatkan kerugian keuangan negara semata, namun juga terhadap perkara yang mengakibatkan kerugian terhadap perekonomian negara, dan dampaknya sangat merusak dan meluas,” ujar Jaksa Agung, dalam Seminar Nasional dengan topik “Optimalisasi Kewenangan Kejaksaan Dalam Penanganan Tindak Pidana yang Merugikan Perekonomian Negara”, Kamis (13/7/2023) di Jakarta.

Jaksa Agung mengatakan Kejaksaan telah menangani beberapa kasus mega korupsi dengan nilai kerugian negara yang cukup fantastis.

Dari data penanganan perkara tindak pidana korupsi pada 2022 yang ditangani oleh Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan, diperoleh nilai total kerugian negara dari perkara korupsi dan TPPU sebesar Rp144,2 Triliun dan USD 61.948.551.

Baca juga: Kejagung Ungkap Kaitan Perusahaan Suami Puan Maharani Basis Investments di Proyek BTS Kominfo

Rinciannya, kerugian keuangan negara sebesar Rp34,6 Triliun dan USD 61.948.551,00 dam kerugian perekonomian negara sebesar Rp109,5 Triliun.

“Pendekatan penanganan perkara tindak pidana korupsi melalui pendekatan kesalahan berdasarkan kerugian perekonomian negara, telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perhitungan nilai kerugian negara yang ditimbulkan oleh suatu tindak pidana korupsi,” ujar Burhanuddin.

Jaksa Agung mengatakan penerapan unsur kerugian perekonomian negara dapat menjangkau lebih luas terhadap pelaku, maupun kegiatan yang memiliki ruang lingkup multidimensi sosial dan ekonomi masyarakat luas.

Namun yang menjadi penting, dengan penerapan unsur kerugian perekonomian negara yaitu dapat dilakukannya tindakan-tindakan yang represif dengan melakukan berbagai penyitaan aset korporasi dan pribadi, termasuk aset yang terafiliasi dengan pelaku beserta keluarganya.

Bahkan dalam hal yang lebih ekstrim, dapat dilakukan pemblokiran semua rekening pelaku dan yang terafiliasi dengan pelaku tindak pidana.

“Penyitaan aset tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk pengembalian kerugian keuangan negara," urainya.

Berdasarkan data Laporan Kerja Instansi Pemerintah (LKjIP) pada 2022, Bidang Tindak Pidana Khusus se-Indonesia telah melakukan pengembalian kerugian keuangan negara sebesar Rp2.7 triliun atau sebesar 62,41 persen dari jumlah pengembalian kerugian keuangan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Yaitu sebesar Rp4.4 Triliun, serta berkontribusi menyetorkan PNBP ke kas negara sebesar Rp2,1 Triliun atau 75,71 persen dari total PNBP Kejaksaan RI sebesar Rp2.781.077.918.631,00.

Jaksa Agung mengatakan pembuktian tindak pidana yang merugikan perekonomian negara masih mendapat banyak tantangan dalam pelaksanaannya, mengingat konsepsi tersebut masih merupakan konsep yang luas.

Oleh karenanya, perlu dibatasi dengan memberikan definisi dan penghitungan besaran yang jelas.

Halaman
12
Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved