Pemilu 2024
Potensi Masalah Pemilu 2024: Beban Kerja KPPS, Politik Uang, hingga Hoaks dan Ujaran Kebencian
Irisan tahapan Pemilu, Pilpres, dan Pilkada Serentak 2024 sangat rawan dengan berbagai permasalahan
TRIBUNLOMBOK.COM - Penyelenggaraan Pemilu 2024 berpotensi dirundung berbagai masalah, mulai dari unsur penyelenggara, peserta, maupun pemilh.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menjelaskan potensi permasalahan dalam gelaran Pemilu 2024 dan Pemilihan (Pilkada) Serentak 2024.
"Permasalahan pada tiga aspek, yakni dari penyelenggara; peserta pemilu (pemilihan); dan pemilih," ucapnya dalam Rapat Koordinasi Kementrian dan Lembaga Negara yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP)dengan tema Potensi dan Situasi Mutakhir Kerawanan Pemilu serta Strategi Nasional Penanggulangannya di Jakarta, Rabu (12/7/2023) dikutip dari laman resmi Bawaslu.
Bagja mengungkapkan, potensi permasalahan pertama ada pada aspek penyelenggara Pemilu.
Dia mengungkapkan, beberapa masalah meliputi pemutakhiran data pemilih; pengadaan dan distribusi logistik pemilu seperti surat suara; atau beban kerja penyelenggara pemilu yang terlalu tinggi.
Baca juga: Daftar Larangan Kampanye Pemilu 2024 yang Dimulai pada 28 November Mendatang
Hal lainnya, lanjutnya, belum optimalnya sinergi antara Bawaslu dan KPU terkait Peraturan KPU (PKPU) dan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu).
"Data pemilih ini banyak sekali masalah, sampai-sampai satu keluarga beda TPS (tempat pemungutan suara) saja malah sampai marah-marah. Begitu juga surat suara, itu banyak permasalahannya misalnya kekurangan surat suara dari TPS A ke TPS B itu juga bisa menimbulkan masalah," bebernya.
Bagja melanjutkan, permasalahan kedua yang berasal dari aspek peserta pemilu seperti masih maraknya politik uang.
"Kemudian belum optimalnya tranparansi pelaporan dana kampanye, netralitas ASN (aparatur sipil negara), dan penggunaan APK (alat peraga kampanye) yang tidak tertib," sebutnya.
Lalu potensi permasalahan ketiga dari aspek pemilih. Bagja merasakan pengalaman pemilu maupun pemilihan lalu masih banyak menimbulkan berbagai masalah.
Baca juga: Masih Menjabat, Ketua KPU Lombok Timur Junaidi Ikut Seleksi Bawaslu
"Seperti kesulitan pemilih dalam menggunakan hak pilih, ancaman dan gangguan terhadap kebebasan pemilih, dan penyebaran berita hoaks dan 'hate speech'. Ini nanti kalau sudah penetapan calon presiden dan wakil presiden kemungkinan hoaks dan 'hate speech' akan ramai kembali. Kita perlu melakukan antisipasi," jelas master Ilmu Hukum dari Hukum, Utrecht University, Belanda tersebut.
Bagja merasa potensi permasalahan terbesar dan paling banyak biasanya dalam gelaran Pilkada.
Pemilihan 2024 menurutnya pun sangat rawan dengan berbagai permasalahan, mulai dari pelaksanannya yang mengalami irisan tahapan dengan Pemilu 2024 hingga kesiapan menjaga keamanan dan ketertiban.
"Kami khawatir sebenarnya Pemilihan 2024 ini karena pemungutan suara pada November 2024 yang mana Oktober baru pelantikan presiden baru tentu dengan menteri dan pejabat yang mungkin berganti.
"Karena itu, kami mengusulkan sebaiknya membahas opsi penundaan pemilihan (pilkada) karena ini pertama kali serentak. Kalau sebelumnya, misalnya pilkada di Makassar ada gangguan kemanan, maka bisa ada pengerahan dari polres di sekitarnya atau polisi dari provinsi lain. Kalau Pilkada 2024 tentu sulit karena setiap daerah siaga yang menggelar pemilihan serupa," ungkap sarjana hukum dari Universitas Indonesia itu.
Mendagri Setuju Rencana Revisi 8 UU Jadi Satu Omnibus Law tentang Pemilu, Pilkada, hingga Parpol |
![]() |
---|
Bawaslu Lombok Barat Temukan Perbedaan Hasil Penghitungan Ulang Surat Suara Caleg PKS |
![]() |
---|
KPU Lombok Barat Tetap Hitung Ulang Surat Suara Meski Massa Pendukung Caleg Ricuh |
![]() |
---|
Hitung Ulang Surat Suara di KPU Lombok Barat Ricuh, Pendukung Caleg Rusak Gerbang |
![]() |
---|
KPU Lombok Barat Jalankan Putusan MK Hari Ini, Hitung Ulang Suara Caleg PKS di Dapil 2 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.