Berita Kota Mataram
Rektor Unram Mengaku Sedang Rapat saat Ada Kericuhan, Ini Klarifikasi Dua Belah Pihak
Kericuhan antara mahasiswa dan satpam di Universitas Mataram (Unram) terjadi pada Selasa (20/6/2023) siang, ketika mahasiswa menggelar aksi massa.
Penulis: Jimmy Sucipto | Editor: Robbyan Abel Ramdhon
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Jimmy Sucipto
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Kericuhan antara mahasiswa dan satpam di Universitas Mataram (Unram) terjadi pada Selasa (20/6/2023) siang, ketika mahasiswa menggelar aksi massa.
Kericuhan yang menyebabkan luka-luka di kedua belah pihak tersebut, membuat Rektor Universitas Mataram Prof Dr Ir Bambang Hari Kusumo buka suara.
Awalnya, Bambang tidak mengetahui aksi baku hantam antar kedua belah pihak terjadi.
"Saya tidak ikut di lapangan ya, saya sedang rapat dengan Satuan Pengawas Internal Rumah Sakit Unram," ujar Rektor Universitas Mataram Prof Dr Ir Bambang Hari Kusumo di ruangannya, Rabu (21/6/2023).
Baca juga: Gor Oepoi Kota Kupang NTT Ricuh, Ada Bunyi Pistol hingga Kobaran Api
Masih dikatakan oleh Bambang, ia menganggap aksi massa oleh mahasiswa Unram yang sempat ricuh tadi adalah aksi massa biasa dan tidak ada keributan.
"Saya anggap aksi massa biasa saja, karena ada pengeras suara dan sebagainya. Belakangan tadi malam saya baru tahu, ada mahasiswa yang dilarikan ke rumah sakit," kata Bambang.
Didampingi Sub Koordinator Tata Usaha dan Rumah Tangga Unram, Putrawan, ikut buka suara terkait kericuhan yang terjadi.
Putrawan yang mengaku hadir di tengah aksi massa menuturkan, bahwa aksi kekerasan yang dilakukan oleh satpam Unram akibat terprovokasi mahasiswa.
Baca juga: Ricuh di Keraton Solo: 50 Orang Tiba-tiba Mau Masuk, Oknum Polisi Diduga Terlibat, Ada 4 Korban Luka
"Awalnya saya sudah bilang kalau Pak Rektor (Prof Dr Bambang Hari Kusumo) sedang rapat, nanti beliau terganggu rapatnya. Tapi mereka memaksa masuk," ujar Putrawan.
Putrawan juga mengaku sudah meminta sekira 10 hingga 20 orang mahasiswa sebagai perwakilan untuk beraudiensi dengan mahasiswa, tetapi tidak diindahkan.
Dengan cuaca panas, kata Putrawan, ada satu mahasiswa melontarkan kata-kata kotor, dan mengacungkan jari tengah.
Selain itu, sambung Putrawan, pihak mahasiswa diimbau untuk mengecilkan volume pengeras suara karena sedang azan, tetapi tidak diindahkan.
Dengan serangkaian hal tersebut, emosi pihak keamanan pun tersulut hingga terjadi kericuhan.
"Panas, suasananya panas, terus ngomongnya dia tidak bener dan dia memulai, akhirnya kita terpancing dengan itu," jelas Putrawan.
Putrawan juga menilai kejadian ini bukan aksi pemukulan satu pihak, melainkan bentrok biasa atau pertarungan jalanan.
Disinggung terkait pemukulan dengan alat tumpul (pentungan) oleh pihak keamanan kampus, Putrawan menegaskan hal itu sudah dalam standar operasional prosedur (SOP) personel kemananan Unram.
"Satpam itu kan peralatannya seperti itu. Dulu kita bawa sangkur (sejenis pisau) dan pentungan, tapi tujuannya bukan untuk itu tapi membela diri. Tapi sangkur kan sudah tidak diperbolehkan," terang Putrawan.
Atas kericuhan tersebut, setidaknya tiga satpam turut mengalami luka-luka ringan.
Di mana tiga satpam tersebut mengalami luka di bagian kepala, luka di bagian lengan hingga pergelangan tangan.
Ketika disinggung terkait naiknya pembiayaan tes mandiri, Prof Dr Bambang Hari Kusumo menegaskan pihaknya sudah melakukan riset terlebih dahulu dan sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Berdasarkan PP No 22 Tahun 2023, itu menetapkan biaya tes mandiri itu sebesar Rp500 ribu. Kita sudah kaji dampak faktor sosial dan ekonominya," tegasnya.
Ia juga menilai, angka tersebut ditentukan oleh Satker dengan berbagai pertimbangan, serta dampak inflasi yang sudah terjadi dalam belasan tahun belakangan.
"Ini sudah 13 tahun tidak berubah angkanya. Bayangkan berapa inflasi selama 13 tahun tidak berubah nilainya," sambungnya.
Belum lagi, ujar Bambang, tes penerimaan mahasiswa baru kali ini menggunakan tes berbasis komputer yang membutuhkan anggaran lebih besar.
"Dulu pakai kertas, dua hari sudah selesai. Sekarang komputer, lamanya tes selama dua pekan, itu butuh biaya," tandasnya.
Versi Mahasiswa
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Mataram, Martoni Ira Malik membenarkan aksi kekerasan yang dialami oleh pihaknya.
Baca juga: Kasus Pelecehan Seksual Mahasiswi Unram, Polda NTB: Laporan Dicabut oleh Pelapor
Dengan aksi massa yang mulai bergerak dan berkumpul sejak pukul 10.00 Wita pagi di depan Gedung Rektorat Universitas Mataram, aksi berjalan kondusif.
Saat menyampaikan tuntutan para massa aksi, ujar Toni sapaan akrabnya, kondisi mulai memanas ketika maskot massa aksi ditarik paksa oleh pihak keamanan kampus.
Tidak terima dengan maskot yang tergabung dalam massa aksi dan berpenampilan badut tikus mengenakan toga ditarik oleh pihak keamanan, Toni dan pihaknya pun melawan.
"Massa aksi yang melihat kejadian tersebut mencoba untuk membantu menyelamatkan maskot dari tarikan satpam. Namun situasi semakin memanas hingga terjadi pemukulan terhadap beberapa massa aksi," ungkap Toni, Rabu (21/6/2023) melalui WhatsApp.
Karena situasi memanas dan terjadi kericuhan, sambung Toni, satu orang mahasiswa harus dilarikan ke rumah sakit terdekat, dan beberapa orang mengalami luka memar hingga berdarah.
Dengan sejumlah luka di bagian kepala, perut, wajah dan kaki yang diterima massa aksinya, Toni turut merasakan tindakan represif pihak keamanan kampus.
"Saya sendiripun merasakan tindakan represif tersebut. Dengan dipukul di bagian perut, lalu sesak dan diinjak-injak sehingga, dibopong oleh rekan rekan mahasiswa," ungkapnya.
Toni mengaku dirinya mendapatkan perlakuan represif akibat sekadar ingin mengamankan rekannya yang terkena pukulan.
"Kami sudah angkat tangan masih saja dipegang bagian leher oleh pihak keamanan," ujarnya.
Toni pun mengaku satu orang mahasiswa yang dikeroyok oleh satpam sekitar 7 hingga 10 orang satpam.
Atas kericuhan yang terjadi, Toni bersama rekannya yang menjadi korban represifitas mengambil jalur hukum.
"Benar kemarin kita langsung di-BAP oleh pihak Kapolresta Mataram setelah aksi dengan visum," tandasnya.
Adapun belasan poin tuntutan yang dilontarkan oleh massa aksi berupa penegasan proses hukum terkait kasus pelecehan seksual; transparansi penentuan UKT Mahasiswa; stop pungli hingga penyesuaian biaya tes mandiri.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.