Pilpres 2024
Ada Upaya Jodohkan Ganjar-Prabowo, Akan Ada Kejutan Sebelum Daftar ke KPU
Ia menyebut bisa saja ada kejutan besar menjelang detik-detik pendaftaran Capres-Cawapres di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
TRIBUNLOMBOK.COM, JAKARTA - Analis Politik Sekaligus CEO - Founder Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago memberikan analisinya perihal bursa Capres-Cawapres untuk Pilpres 2024.
Ia menyebut bisa saja ada kejutan besar menjelang detik-detik pendaftaran Capres-Cawapres di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Baca juga: TGB dan Ganjar Punya Hubungan Dekat, Bertemu Khusus di Puri Gedeh Semarang
Bagi Pangi, politik sangat dinamis, sehingga dapat memunculkan bursa Capres-Cawapres yang selama ini tidak pernah menjadi pembicaraan publik.
Salah satunya adalah duet Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Duet itu bisa saja terwujud, terlebih ada upaya Presiden Jokowi menjodohkan kedua tokoh ini.
"Presiden Jokowi sepertinya mengarahkan dukungannya bukan hanya kepada Ganjar yang sudah jelas-jelas dideklarasikan oleh PDIP. Namun dukungan Jokowi mulai nampak jelas mengarah ke Prabowo," kata Pangi, Selasa (30/5/2023).
Lebih lanjut, Pangi menguraikan ada sejumlah faktor perubahan arah dukungan tersebut. Pertama, Pangi melihat Jokowi merasa tidak banyak dilibatkan dalam memutuskan Ganjar sebagai calon presiden.
Jokowi dinilai ingin saham kepemilikan atas Ganjar yang terlalu didominasi oleh Ketum PDIP Megawati.
Ditambah lagi, urusan pemenangan Ganjar diserahkan PDIP ke Ahmad Basarah dan Adian Napitupulu sebagai koordinator dan wakil koordinator tim relawan pemenangan Ganjar di Pilpres 2024.
"Jokowi kemudian menjadikan Prabowo untuk menaikkan kembali daya tawarnya (bergaining position), soal pengaruh Jokowi dan relawannya yang masih dalam ruang kendali total beliau. Bagi Jokowi apabila Prabowo menang, Jokowi lebih merasa memiliki saham lebih besar ketimbang Ganjar yang terkesan diakusisi atau di-takeover Megawati kepemilikan sahamnya," imbuh Pangi.
Faktor kedua, menurut Pangi, usaha Jokowi menjodohkan Ganjar-Prabowo untuk mendongkrak peluang kemenangan di Pilpres 2024. Semua tidak lepas dari perbedaan elektoral Capres yang naik-turun, seperti roller coaster dan saling salip menyalip.
Ditambah top 3 Capres yakni Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto tidak ada yang mencapai angka psikologis 60 persen. Meskipun demikian, Pangi mengaku realisasi duet Ganjar-Prabowo sulit dan complicated.
"Oleh karena itu, jika ingin memenangkan Pilpres dan mendapatkan kursi presiden dan wakil presiden, dua nama ini (Prabowo dan Ganjar) harus maju dalam satu paket. Terkait siapa yang akan menjadi Capres atau Cawapres tinggal dirundingkan saja," kata Pangi.
Faktor terakhir, kata Pangi, Jokowi dinilai juga berupaya untuk mengantisipasi Anies agar tidak masuk putaran kedua Pilpres 2024. Jokowi ingin memastikan putaran kedua hanya diikuti oleh Prabowo dan Ganjar dan tidak menghendaki Anies.
"Namun jika Anies masuk putaran kedua (ini tentu sangat tidak diharapkan dan tidak diinginkan) Jokowi ingin memastikan siapapun yang akan berhadapan dengan Anies (Prabowo atau Ganjar) agenda politiknya harus terus dilanjutkan," ucap Pangi.
Pada akhirnya Pangi mengakui semua masih menjadi misteri, apakah Ganjar dan Prabowo akan bertanding berkontestasi atau justru mereka adalah pasangan yang akan bersanding. Namun, ia menduga Gerindra dan PDIP bakal berkoalisi mengusung pasangan Ganjar-Prabowo.
"Kalau 3 bulan ke depan, elektabilitas Prabowo dan Ganjar masih kompetitif, maka titik temu yang paling memungkinkan adalah menggabungkan Ganjar dan Prabowo dalam koalisi besar (grand coalition) PDIP-Gerindra."
"Apabila deadlock, tidak ada jalan lain kecuali Jokowi menyatukan secara paksa. Namun pada akhirnya akan ada 3 (tiga) poros apabila Prabowo dan Gerindra tetap ngotot maju sebagai Capres demi menyelamatkan dan memastikan mesin partai bergerak maksimal, bersatunya KIB dan KIR berpotensi membentuk embrio poros ketiga, dan ini juga patut kita syukuri dalam rangka menghindari polarisasi dan keterbelahan akibat dampak rematch Pilpres 2014-2019," tutup Pangi.
Sebelumnya, Jokowi mengatakan dirinya akan ikut cawe-cawe dalam Pilpres, dan tidak akan netral.
Namun, dia menyebut, cawe-cawe atau mencampuri urusan kontestasi politik ini dalam arti yang positif. Cawe-cawe yang dimaksud, menurut Jokowi, tentu masih dalam koridor aturan dan tidak akan melanggar undang-undang.
"Saya tidak akan melanggar aturan, tidak akan melanggar undang-undang," kata Jokowi saat bertemu dengan para pemimpin redaksi media massa nasional di Istana, Jakarta, Senin (29/5/2023) sore.
"Tolong dipahami ini demi kepentingan nasional, memilih pemimpin pada 2024 sangat krusial penting sekali, harus tepat dan benar,” ucap Jokowi.
Jokowi menerangkan, Pilpres 2024 menjadi krusial karena Indonesia membutuhkan pemimpin yang bisa menjadikan negara maju pada 2030. Oleh karena itu, kebijakan dan strategi kepemimpinan berikutnya akan menjadi penentu Indonesia untuk menjadi negara maju atau tidak.
"Karena itu saya cawe-cawe. Saya tidak akan netral karena ini kepentingan nasional," katanya.
"Kesempatan kita hanya ada 13 tahun ke depan. Begitu kita keliru memilih pemimpin yang tepat untuk 13 tahun ke depan, hilanglah kesempatan untuk menjadi negara maju," ujarnya.
Dia mencontohkan, negara semacam Korea Selatan adalah contoh terbaik. Negara itu bisa menjaga kemajuannya dengan kepemimpinan yang stabil. Karena itu, Jokowi menyatakan bahwa Pilpres 2024 sangat penting. Dia juga memastikan, tidak ada peraturan yang melarang soal cawe-cawe. "Tidak ada
aturan yang dilanggar," kata Jokowi.
"Tolong dipahami ini demi kepentingan nasional, memilih pemimpin pada 2024 sangat krusial penting sekali, harus tepat dan benar,” ucapnya.
Namun terkait dengan siapa Capres dan Cawapres yang dijagokan, Jokowi mengaku hal tersebut urusan Parpol.
"Kalau urusan siapa Capres Cawapres itu urusan partai politik. Saya tidak bisa intervensi. Bisa itu calonnya 2, 3, 4, itu urusan Parpol," katanya.
Panen Kritik
Pernyataan Jokowi yang akan cawe-cawe dalam Pilpres, panen kritik, khususnya dari lawan politik.
Bakal calon presiden (Capres) dari Koalisi Perubahan Anies Baswedan mengaku mendengar kekhawatiran dari masyarakat terkait Jokowi yang akan cawe-cawe tersebut. Anies bilang masyarakat khawatir dengan ikut campurnya pimpinan negara terhadap proses demokrasi di Indonesia.
"Ada yang mengungkapkan kekhawatiran penjegalan, kriminalisasi, Pemilu, tidak netral penyelenggara Pemilu, Caleg, Parpol, Capres, mendapat perlakuan tidak fair," kata Anies saat jumpa pers di Sekretariat Perubahan, Selasa (30/5/2023).
Atas adanya kekhawatiran itu, Anies berharap kalau hal itu tidak terjadi. Sebaliknya, mantan Gubernur DKI Jakarta itu berharap kontestasi politik 2024 bisa berlangsung dengan jujur dan adil.
"Kami harap kekhawatiran itu tidak benar. Pemilu tetap seperti semula. Pelaksanaan yang baik dan prinsip demokrasi langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, mengajak masyarakat mari bersama menyambut proses demokrasi," ucap Anies.
Lebih lanjut, Anies juga berharap kalau demokrasi yang telah dianut Indonesia ini bisa terus berlanjut. Dalam artian, kata dia, setiap partai politik memiliki hak untuk mencalonkan seseorang maju sebagai capres dan memiliki hak untuk memilih.
"Setiap partai punya hak yang sama untuk mencalonkan. Setiap caleg punya hak yang sama untuk berkampanye dan mendapatkan perlakuan yang sama. Begitu juga dengan setiap capres memiliki hak yang sama," tukas dia.
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera juga menilai pernyataan Jokowi tersebut sangat berbahaya.
"Presiden mesti netral dan inparsial. Presiden jangan merasa sok tahu, apalagi merasa menjadi pengawal utama proses Pemilu," kata Mardani.
Legislator Komisi II DPR RI itu mengatakan, biarkan rakyat mengmbil peran sebagai pemilih calon pemimpin. "Biarkan ketua umum partai politik membuat ijtihad," kata Mardani.
Yang harus dilakukan Presiden Jokowi, kata Mardani, adalah memastikan Pemilu berlangsung luber dan jurdil. "Enggak perlu ada skenario satu atau dua pasang. Biarkan mengalir saja, setiap zaman itu ada orangnya," kata Mardani.
"Pak Jokowi fokus saja untuk husnul khotimah. Itu pun sudah berat. Kami yakin ketika Presiden netral dan bekerja dalam koridor yang benar, justru kita akan mendapatkan presiden yang lebih baik ketimbang saat ini," pungkasnya.
Jubir PKS Muhammad Iqbal juga merespons pernyataan Jokowi tersebut bukan sikap presiden negarawan. "Sikap Presiden Jokowi bukan sikap presiden yang negarawan," kata Iqbal.
Iqbal melanjutkan harusnya Jokowi tidak perlu khawatir karena calon-calon presiden yang ada secara pendidikan dan pengalaman lebih baik dari Presiden Jokowi. "Apalagi Anies Baswedan yang juga alumni UGM, ahli ekonomi, dan seorang pendidik," tegasnya.
Menurut Iqbal seharusnya seorang presiden memiliki sikap negarawan menjadi pengayom semua calon presiden.
"Etikanya seorang presiden adalah negarawan, menjadi pengayom semua calon, tanpa membedakan dari partai mana, apalagi kandidat yang ada pernah membantunya dalam kabinet," tutupnya. (tribun network)
Ganjar Pranowo Ogah Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Piih Jadi Oposisi |
![]() |
---|
Sandiaga Uno Ogah Berandai-andai Masuk Kabinet Prabowo-Gibran |
![]() |
---|
Alasan MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, Din Syamsuddin Sebut Ini Bukan Kiamat |
![]() |
---|
Alasan MK Tolak Gugatan Pilpres 2024 Anies-Muhaimin Soal Pencalonan Gibran Hingga Bansos Jokowi |
![]() |
---|
KPU Lombok Timur Terima Gugatan PHPU TPN Ganjar-Mahfud di 6 TPS |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.