Opini

Pemilihan Jenis Kelamin dengan Metode In Vitro Fertilization Dalam Perspektif HAM

In Vitro Fertilization (bayi tabung) ini merupakan metode menggunakan rahim asal dari ovum yang digunakan sebagai tempat tumbuhnya zigot

Istimewa
Putri Vernianda, S.H. 

Oleh: Putri Vernianda, S.H

Hasil perubahan kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada tahun 2000 memasukkan pengaturan hak asasi manusia (HAM) secara lebih lengkap dari pada sebelumnya. Sebelum perubahan, materi muatan tentang HAM tertuang dalam Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29 ayat (2), Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 34. Ketentuan tersebut mencakup baik bidang sipil dan politik (Sipol), maupun ekonomi, sosial dan budaya (Ekosob). Oleh karena itu, pengaturan tersebut dianggap belum cukup dalam mengakomodasi semua aspek HAM yang sudah berkembang demikian pesat.

Dalam perubahan kedua tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memasukkan 10 (sepuluh) pasal baru yang berisi tentang HAM yang dimuat dalam Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, dan Pasal 28J yang membuat keberadaan HAM semakin terlihat dan di perhatikan dalam UUD 1945. Pemenuhan HAM, termasuk hak atas kesehatan, adalah tanggung jawab negara terutama pemerintah sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28I ayat (4) yang berbunyi “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”

Di satu sisi, pengakuan dan penegasan hak atas kesehatan sebagai bagian dari HAM tentu semakin menegaskan tanggung jawab negara dalam pemenuhannya. Dalam hal ini, negara memiliki tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas kesehatan dan fasilitas pelayanan umum bagi semua warga negara. Di sisi lain, setiap warga negara harus mendapat keterjaminan dalam hal memperoleh akses pelayanan kesehatan yang disediakan oleh negara tanpa adanya pembedaan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun. Negara dalam hal ini tidak boleh mengabaikan pelayanan kesehatan bagi setiap warga negara atas dasar suku, agama, ras, antar-golongan (SARA), status sosial, status ekonomi, dan lain-lain.

Dapat di jelaskan bahwa dalam hal hak akan kesehatan yang sebagaimana telah diterangkan sesuai dengan keberadaaan nya dalam landasan konstitusi negara yang secara jelas menekankan bahwa kesehatan merupakan bagian penting dari kehidupan, sehingga keberadaan nya yang sangat penting tersebut menjadikan pemenuhan akan hak kesehatan adalah bagian dari pemenuhan akan Hak Asasi Manusia yang secara nyata wajib terpenuhi. Negara dengan tanggung jawabnya harus secara nyata memberikan pemenuhan akan hak dasar pada tiap warga negara yang berada di dalam nya, pemenuhan-pemenuhan tersebut dapat di wujudkan dalam banyak hal yang berkaitan dengan kesehatan mulai dari keberadaan fasilitas-fasilitas kesehatan seperti rumah sakit hingga puskesmas, keberadaan regulasi-regulasi yang di buat demi dapat terpenuhinya hak masyarakat berkenaan dengan kesehatan tadi.

Indri Giana Bahagia Akhirnya Hamil Anak Kembar Laki-laki Lewat Program Bayi Tabung, Selamat!

Namun di samping fokus dalam hal penerima namun juga perhatian akan pelaksanapun merupakan hal yang sangat penting, bagaimana perhatian akan pihak yang memberikan pelayanan kesehatan adalah hal yang tidak bisa di lepaskan dari bagian pemenuhan hak akan kesehatan bagi masyarakat. Antara masyarakat yang mencari dan menggunakan jasa kesehatan dengan pihak-pihak yang memberikan pelayanan kesehatan adalah satu kesatuan yang saling terikat, dalam bahasa yang sederhana dapat disebut sebagai kausalitas atau sebab akibat, sebab adanya pelayan kesehatan maka masyarakat bisa mendapatkan pelayanan kesehatan, begitu juga dengan keberadaan masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan maka pihak yang melayani kesehatan dapat merealisasikan apa yang merupakan profesinya.

Kesehatan reproduksi, sebagai bagian dari kesehatan secara umum, dengan demikian juga merupakan hak asasi setiap orang baik laki-laki maupun perempuan, akan tetapi kesehatan reproduksi perempuan lebih kompleks dibandingkan dengan kesehatan reproduksi laki-laki sehingga masalah kesehatan reproduksi lebih condong pada perempuan. Hak untuk memperoleh informasi dan layanan kesehatan reproduksi sangat penting bagi remaja karena informasi merupakan bagian terpenting dari proses pemahaman, supaya mereka tidak hanya saja mengetahui akan haknya akan tetapi juga mengetahui wewenang dan kewajibanya untuk mempertahankan haknya secara benar.

Melanjutkan keturunan merupakan bagian dari hak asasi manusia khususnya hak sipil dan politik. Dimana HAM tersebut merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (non derogable rights). Pengaturan terkait hak untuk melanjutkan keturunan diatur secara tegas dalam hukum nasional maupun internasional.

Dalam hukum internasional, hak untuk melanjutkan keturunan diatur dalam:

1. Pasal 16 Ayat (1) Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM) yaitu laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa, berhak untuk menikah dan untuk membentuk keluarga dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarganegaraan atau agama.

2. Pasal 23 Ayat (2) International Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yaitu: setiap hak pria dan wanita untuk menikah dan mendirikan keluarga harus diakui.

Selanjutnya dalam hukum nasional, hak untuk melanjutkan keturunan diatur dalam Pasal 28 B Ayat (1) UUDNRI 1945, Pasal 2 Piagam HAM Tap MPR Nomor XVII/MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia, dan Pasal 10 Ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yaitu setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Berdasarkan regulasi tersebut, secara nasional ataupun internasional hak untuk melanjutkan keturunan sudah diatur secara tegas.

Setiap orang atau pun negara wajib halnya melindungi dan menghormati hak tersebut sebagai perlindungan terhadap hak asasi manusia sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 B ayat (1) dimana berisikan ialah “hak bagi setiap warga negara Indonesia untuk dapat membangun keluarganya, serta dapat melanjutkan keturunan melalui sebuah perkawinan yang sah”.

Hak untuk membangun sebuah keluarga dan melanjutkan keturunan ini juga dituliskan di Pasal 10 ayat (1) UU HAM. Namun, bagaimana apabila sepasang suami istri sudah di dalam suatu perkawinan sah di mata hukum dan agama tidak dapat meneruskan keturunannya karena perempuan sebagai istri memiliki gangguan kesehatan atau hal lain yang akibatnya tidak bisa untuk mengandung keturunannya sendiri (hamil).

Dengan berkembangnya teknologi di bidang kesehatan tentunya memberi kemudahan bagi pasangan suami-istri yang mengalami kesusahan dalam usahanya tersebut, ini dapat dilihat dengan munculnya metode In Vitro Fertilization (bayi tabung). In Vitro Fertilization (bayi tabung) ini merupakan metode menggunakan rahim asal dari ovum yang digunakan sebagai tempat tumbuhnya zigot.

Sumber: Tribun Lombok
Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved