Kemenkumham NTB

Persentase Pekerja Anak di NTB di Atas Rerata Nasional, Perlu Kebijakan Komprehensif Lintas Sektor

Pada tahun 2019, misalnya, persentase pekerja anak NTB 2,8 persen masih di atas persentase nasional 2,28 persen.

|
Editor: Dion DB Putra
FOTO KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM NTB
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham NTB Romi Yudianto (tengah) dalam acara kegiatan OPINI Kebijakan yang diselenggarakan secara daring oleh Kanwil Kemenkumham NTB, Selasa (28/3/2023). Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber lain yakni Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTB, Jamaludin Malady dan akademisi Universitas Mataram, Joko Jumadi. 

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Angka pekerja anak di Nusa Tenggara Barat mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun.

Hanya saja dari data Badan Pusat Statistik, sejak kurun waktu 2019 hingga 2021, persentasi pekerja anak di Provinsi Nusa Tenggara Barat ( NTB) selalu di atas rata-rata nasional.

Perlu kebijakan komprehensif lintas stakeholder untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Baca juga: Kakanwil Kemenkumham NTB Romi Yudianto Menyapa Warga Binaan Lapas Selong Lombok Timur

Pada tahun 2019, misalnya, persentase pekerja anak NTB 2,8 persen masih di atas persentase nasional 2,28 persen.

Tahun 2020 meningkat menjadi 4,56 persen, sementara persentase nasional 3,27 persen.

Pada tahun 2021, angka pekerja anak NTB mencapai 3,21 persen di atas persentasi nasional 2,62 persen.

"Ini menunjukkan perlu adanya intervensi kebijakan terkait pekerja anak di NTB. Apalagi NTB dikenal sebagai top destinasi wisata nasional sehingga mendesak adanya kebijakan perihal tersebut," kata Analis Perlindungan Hak- hak Sipil dan HAM Kemenkumham RI, Sabrina Nadilla dalam kegiatan OPINI Kebijakan dengan tema “Analisis Isu Kebijakan Tentang Pekerja Anak di Sektor Pariwisata."

Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham NTB Romi Yudianto (tengah) dalam acara kegiatan OPINI Kebijakan  yang diselenggarakan secara daring oleh Kanwil Kemenkumham NTB, Selasa (28/3/2023). Kegiatan inimenghadirkan dua narasumber lain yakni Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTB, Jamaludin Malady dan akademisi Universitas Mataram, Joko Jumadi.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham NTB Romi Yudianto (tengah) dalam acara kegiatan OPINI Kebijakan yang diselenggarakan secara daring oleh Kanwil Kemenkumham NTB, Selasa (28/3/2023). Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber lain yakni Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTB, Jamaludin Malady dan akademisi Universitas Mataram, Joko Jumadi. (FOTO KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM NTB)

Kegiatan yang diselenggarakan secara daring oleh Kanwil Kemenkumham NTB, Selasa (28/3/2023), menghadirkan dua narasumber lain yakni Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTB, Jamaludin Malady dan Akademisi Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Mataram, Joko Jumadi.

Staf Ahli Menkumham Bidang Sosial Min Usihen dalam sambutan pembukaan acara berharap kegiatan ini dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan perihal masalah pekerja anak di sektor pariwisata secara khusus di NTB dan secara umum di kota-kota destinasi wisata di Indonesia.

Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham NTB Romi Yudianto dalam sambutan pembukaan kegiatan menuturkan, kegiatan ini diharapkan dapat sebagai ajang tukar pikiran dan media merumuskan kebijakan perihal pekerja anak di sektor pariwisata.

"Kami berharap Kanwil Kemenkumham NTB dapat memberi kontribusi terbaik terkait isu tersebut," ujar Romi Yudianto.

Sabrina Nadilla menambahkan, saat ini kebijakan penghargaan kabupaten/kota peduli HAM belum bisa menjadi rujukan bagi pemerintah di daerah dalam menyelesaikan isu HAM di wilayah, dalam hal ini, isu pekerja anak di sektor pariwisata.

Jamaludin Malady menuturkan, penyebab adanya pekerja anak adalah kemiskinan, gagalnya sistem pendidikan, perekonomian informal, pendidikan kepala keluarga, partisipasi sekolah, dan pendapatan anak.

Provinsi NTB, lanjutnya, memiliki konsep Wisata Perdesaan Ramah Anak yang mengedepankan harmonisasi nilai tradisi dan kultural dalam kehidupan masyarakat dan kepariwisataan untuk melindungi anak dari berbagai eksploitasi.

"Isu pekerja anak di sektor wisata tidak hanya di NTB dan Indonesia, melainkan di tingkat global. Pelibatan stakeholder hingga tingkat RT dan RW diharapkan dapat melindungi anak dari eksploitasi," ujar Jamaludin.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved