Opini

Mewaspadai Ancaman Para Predator Anak di Sekitar Kita

Melihat tiga potret kekerasan yang menimpa anak-anaktersebut bukan berarti di daerah lainnya nihil hal serupa.

|
Editor: Dion DB Putra
DOK PRIBADI
Chae Khairil Anwar. 

Oleh: Chae Khairil Anwar

Penerima Beasiswa S3 KSU MUI Baznas RI di UIN Mataram, pengurus UIN CARE dan dosen Prodi PIAUD FITK UIN Mataram.

TRIBUNLOMBOK.COM - Pada bulan Maret 2023, viral, SN (57) oknum “guru olah raga” setingkat sekolah dasar di Kecamatan Kediri Kabupaten Lombok Barat tega menggerayangi lima siswinya. (Kicknews.Today, 3 Maret 2023).

Satu tahun sebelumnya, 18 Mei 2022 siswa di Kota Mataram berusia 11 tahun dirudapaksa oleh sopir berinisial AW (34), awalnya diiming-imingi barang sembari jalan-jalan, namun dipaksa “mampir” ke homestay, AW pun beraksi. (Detikbali, 31 Mei 2022).

Baca juga: Tiga Siswa SD Usia 8 Tahun Rudapaksa Anak TK Usia 6 Tahun, Bertetangga dan Masih Keluarga

Bunga, pun tiada kuasa melawan. Tambah miris lagi di Sumbawa, seorang ayah berinisial N (40) di Kecamatan Tarano, memperkosa anak kandung sendiri pada Selasa, 24 Mei 2022. (lombokpost.jawapost.com, 31 Mei 2022).

Melihat tiga potret kekerasan yang menimpa anak-anaktersebut bukan berarti di daerah lainnya nihil hal serupa.

Kasus pertama menjadi viral bukan karena pembelajaran kreatif dan inovatif guru. perilaku “pembejatan” yakni perbuatan melawan hukum di ruang sakral, yakni di jam sekolah.

Publik pun “murka” karena sejatinya di ruang kelas dan sekolah sejatinya anak-anak memperoleh hak-haknya, namun tragis. Oknum guru pun menyandera masa depan mereka.

Demikian juga pada kasus ke dua, di rumah pun tidak luput dari kedurjanaan atasnama “arogansi”, semula ayah yang sebagai kepala keluarga semestinya menjaga keselamatan anak, namun ternyata binalitas atasnama “kuasa” menggerus marwah darah dagingnya sendiri.

Maka bilamana ruang sakral rumah dan lembaga pendidikan terkooptasi oleh para kriminal yang berwajah ganda (simulacra), berpura-pura sebagai malaikat namun semuanya modus.

Kalau dua ruang sakral di atas terkena virus, maka di ruang sosial pun terbuka bagi mereka untuk menaklukkan mangsa lain. Hanya menunggu waktu yang tepat dan siapa targetnya.

Kualitas Keluarga : Awal Perlindungan

Fenomena kekerasan seksual, bermula dari kadar kualitas berkeluarga, harus dibangun komitmen kuat bahwa kepala keluarga (bapak dan ibu) merupakan pelindung keluarga dan keturunan (zurriyat) dari beragam gangguan dan risiko.

Di sinilah pentingnya kepala keluarga dapat berperan menjadi teladan (uswah), memberi jaminan atas keamanan, ketentraman, kesejahteraan dan kedamian dan perlindungan.

Sebagai model dalam ritual beragama, model dalam menjadi fasilitator keterpemenuhan hajat hidup keturunan, hingga model dalam menjadi pemimpin di dalam rumah tangga.

Bilamana mereka sudah kokoh dengan basis pengetahuan untuk bertahan, maka di sekolah atau di tengah masyarakat, mereka ; anak-anak tersebut dipastikan akan aman dari ragam risiko.

Mengantisipasi bergentayangannya para predator anak, maka anak-anak sejak awal harus diberi pemahaman hak-hak anak dan kewajiban anak dalam upaya perlindungan diri dari ragam kekerasan.

Namun lagi-lagi, keluarga kadang tidak dapat menjadi benteng pemertahanan masa depan anak karena beragam faktor. “Kemisikinan” adalah awal sengkarutnya.

Miskin ekonomi, miskin ilmu pengetahuan, miskin pemahaman agama hingga miskin kualitas personal (kesehatan jiwa) adalah diantara peletup binalitas yang kerap memunculkan potensi dan aksi.

Saatnya anak-anak sejak usia dini diperkenalkan tentang pendidikan seks di dalam keluarga atau di sekolah.

Pengetahuan tentang mana anggota badan yang boleh dilihat atau dipegang oleh ibu atau bapak (bila dengan anak perempuan atau lelaki) ; pada usia berapa, dan pada kondisi bagaimana. Termasuk bagaimana upaya preventif anak ketika akan menjadi korban di rumah dan di luar rumah.

Anak diproteksi untuk berani mengatakan tidak, berani melawan dan berani bercerita (melapor).

Mengenal Predator Anak

Acapkali masyarakat atau anak sebagai korban tidak mengetahui persis ciri dan karakteristik para predator. Namun sebagaimana kasus-kasus terdahulu mencirikan sebagai berikut, pertama.

Ramah, peduli dan dermawan, hal ini dimaksudkan agar anak terpesona dengan kebaikannya. Kedua, dekat dengan lingkungan sekitar, namun jangan terkecoh bahwa pelaku lain juga adalah orang yang tidak dikenal.

Ketiga, predator dekat secara fisik dengan anak, bahkan sering menyentuh area di luar sensitif, hal ini merupakan bentuk manipulatif agar tidak dicurigai (misalnya menyentuh kepala atau pundak).

Keempat, senang bekerja penuh waktu bersama di dunia anak, hal ini sebagai modal untuk mengidentifikasi mangsa.

Predator lain dapat juga berwujud nyata tanpa modus sebagaimana pencirian di atas, misalnya melancarkan aksi bejatnya dengan terbuka seperti eksibisionisme, kontak fisik ; sodomi, pemerkosaan, pencabulan, incest, dan bentuk lain seperti masturbasi di hadapan anak di bawah umur atau memaksa anak untuk masturbasi.

Memaksimalkan Pranata Sosial : Langkah Strategis

Dalam Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, BAB III Pasal 4 disebutkan bahwa setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Atas dasar tersebut masyarakat memiliki hak untuk berperan dalam upaya perlindungan. Namun terlihat masyarakat dan atau pranata sosial kurang peka terhadap gejala, gelagat dan potensi.

Di sinilah pentingnya negara hadir memberi edukasi dan akselerasi pengetahuan pada masyarakat, komunitas, lembaga sosial/adat hingga tokoh agama sebagai protektor.

Karena dalam UU RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak BAB IX Pasal 93 dijelaskan bahwa masyarakat wajib melaporkan bila terjadi pelanggaran hak anak kepada pihak yang berwenang, berkontribusi dalam rehabilitasi dan reintegrasi sosial anak, anak korban dan/atau anak saksi melalui organisasi kemasyarakatan, termasuk masyarakat berhak melakukan pemantauan terhadap kinerja aparat penegak hukum dalam penanganan perkara Anak; dan melakukan sosialisasi mengenai hak anak serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Anak.

Menguatkan Peran Sekolah tentang Hukum Perlindungan Anak

Tidak mengurangi rasa hormat penulis pada guru-guru yang banyak jasa pada tumbuh kembang anak. Namun, kerentanan di lembaga pendidikan pun memantik kepedulian Kita bersama.

Dalam hal ini sekolah, perlu mengambil peran dalam mendukung upaya-upaya meminimalisir tindak kekerasan seksual melalui program atensi, edukasi dan fasilitasi tentang Hukum Perlindungan Anak ; tujuan dan dasar hukum perlindungan, ruang lingkup perlindungan, hukum perlindungan anak, azas-azas perlindungan anak, hak dan kewajiban anak, penegakan hukum anak, pengasuhan, perwalian, adopsi, penghapusan perlakuan dan pekerjaan terburuk terhadap anak, hingga tentang trafficking anak.

Termasuk pula meningkatkan pemahaman yuridis guru tentang UU tentang Pengadilan Anak (UU No. 3 tahun 1997) UU Perlindungan Anak (UU No. 35 tahun 2014), tentang Kesejahteraan Anak (UU No. 4 tahun 1979), tentang Sistem Peradilan Anak (UU No. 11 tahun 2012).

Dengan demikian diharapkan semua pihak dapat berperan dalam perlindungan anak dan masa depan anak pun dapat terjaga. Semoga bermanfaat.*

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved