Pemilu 2024

Politikus asal Sumbawa Fahri Hamzah Nilai Sistem Proporsional Terbuka Sudah Tepat

Fahri Hamzah yang kini menjabat Wakil Ketua Umum Partai Gelora tegas menolak sistem pemilu proporsional tertutup.

Editor: Dion DB Putra
Tribunnews.com/Rizki Sandi Putra
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah. Fahri menilai sistem proporsional terbuka sudah tepat diterapkan dalam pemilu di Indonesia. 

TRIBUNLOMBOK.COM, JAKARTA - Politikus ternama asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Fahri Hamzah menilai sistem proporsional terbuak sudah tepat diterapkan dalam pemilu di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Fahri Hamzah dalam diskusi yang digelar Moya Institute berjudul Pemilu Proporsional Tertutup: Kontroversi, Jumat (20/1/2023).

Baca juga: Fahri Hamzah Soroti Kasus Aktivis Fihiruddin dengan DPRD NTB: Lembaga Negara Tidak Boleh Tersinggung

Fahri Hamzah yang kini menjabat Wakil Ketua Umum Partai Gelora tegas menolak sistem pemilu proporsional tertutup.

Menurut Fahri Hamzah, sistem proporsional terbuka yang dipakai dalam beberapa pemilu terakhir sudah tepat.

“Sistem demokrasi langsung memilih orang itu sudah benar. Itu auratnya demokrasi. Aurat itu harus dijaga, jangan malah yang tidak penting ditutup,” kata Fahri.

Pria kelahiran Kabupaten Sumbawa 10 November 1971 tersebut berpandangan, bila pada Pemilu 2024 Indonesia kembali menerapkan sistem proporsional tertutup, maka akuntabilitas politik akan rusak.

Sebab transaksi politik antara rakyat dan pemimpin harus dilakukan secara langsung, bukan melalui perantara partai politik.

“Mandataris hanya bisa muncul kalau pemberi dan penerimanya bisa saling berhubungan langsung,” kata Fahri.

Sementara akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia Chudry Sitompul berpendapat, pasal-pasal konstitusi tidak banyak menyinggung mengenai pemilu, sehingga muncul kesan persoalan tersebut dilepaskan kepada parlemen dan undang-undang.

Pemilu terkesan hanya berkaitan erat dengan kepentingan partai politik.

“Sebenarnya UUD 1945 tidak juga nenyentuh partai politik. Tetapi dalam ilmu politik dan praktiknya, nyatanya partai politik itu penting,” tutur Chudry.

Chudry berpendapat, untuk memperkuat demokrasi dan sistem kepartaian, maka sistem pemilihan proporsional tertutup adalah yang terbaik.

Meski begitu, dia menyarankan agar istilah sistem pemilu proporsional terbuka dan sistem pemilu tertutup diubah. Sebab kenyataannya, yang terbuka atau tertutup selama ini bukanlah sistem pemilunya, melainkan mekanisme yang terjadi di dalam partai politik.

Pemerhati isu-isu strategis, Duta Besar Prof Imron Cotan mengatakan, tanpa pernah disadari sebenarnya sistem politik dan ekonomi Indonesia berbasis paham sosialis.

Hal tersebut tecermin pada sila keempat Pancasila (musyawarah/mufakat), yang menjadi landasan sistem politik dan Pasal 33 UUD 1945 (pengelolaan kekayaan alam oleh negara) terkait dengan sistem perekonomian nasional.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved