Berita Lombok Timur

DP3AKB Lombok Timur Sentil APH, Mediasi Kasus Kekerasan Anak Bukan Jalan Tengah

kasus kekeresan seksual terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Lombok Timur dari rentang tahun 2022-2023 minim sampai ke meja persidangan.

Penulis: Ahmad Wawan Sugandika | Editor: Robbyan Abel Ramdhon
pixabay.com
DP3AKB Lombok Timur Sentil APH, Mediasi Kasus Kekerasan Anak Bukan Jalan Tengah - ilustrasi kekerasan. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Ahmad Wawan Sugandika

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lombok Timur H Ahmat mengeluhkan penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang ditangani Aparat Penegak Hukum (APH).

Menurutnya, kasus kekeresan seksual terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Lombok Timur dari rentang tahun 2022-2023 minim sampai ke meja persidangan.

Dampaknya banyak pelaku kekerasan terbebas dari pidana penjara.

"Penanganan kasus kekerasan perempuan dan anak oleh APH saya rasa belum maksimal, karena dari kasus yang sudah dicoba dilaporkan, jarang sekali yang berakhir dengan pidana," ucap H Ahmat setelah dikonfirmasi TribunLombok.com, Sabtu (7/1/2023). 

Baca juga: Polisi Menahan Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Lombok Tengah

Lebih lanjut dia menjelaskan, dari 20 lebih kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditangani pihak kepolisian, hanya dua perkara yang masuk ke meja pengadilan.

Kebanyakan kasus tersebut diselesaikan secara kekeluargaan dengan cara mediasi antara pihak korban dan pelaku.

Padahal hal tersebut dinilainya tidak akan berdampak baik bagi si korban yang harus menanggung beban moral seumur hidupnya.

"Jauh dari jumlah yang kita laporkan, hanya satu dua yang berakhir di pengadilan," terangya. 

H Ahmat soal kekerasan seksual
Kepala Dinas DP3AKB Lombok Timur, H Ahmat.

Baca juga: KLARIFIKASI Keluarga Suami Ibu Eny, Tiko Bukan Anak Kandung dan Semua Ceritanya Bohong!

Selain mengeluhkan persoalan hukum, H Ahmat juga mengakui keberadaan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2021 masih mandul. Hal itu karena dalam perda tersebut tidak ada sanksi hukum. 

"Karena tidak ada sanksi, kita hanya berharap pada Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual untuk menghukum pelaku," jelasnya.

Bukan hanya mengeluhkan persoalan penegakan hukum oleh APH, serta Perda, ia juga mempertanyakan Peraturan Desa (Perdes) yang telah dibuat oleh pemerintah desa.

Menurutnya, dari total 254 desa dan kelurahan Perdes tersebut, tidak terlalu berdampak terhadap pencegahan kasus kekerasan perempuan dan anak, hal itu karena banyak masyarakat yang tidak tahu.

"Ini Perdes tidak pernah disosialisasikan gimana masyarakat tahu ada Perdes tentang kekerasan perempuan dan anak," jelasnya.

Lambatnya proses penegakan hukum, serta tidak efektifnya regulasi Perda maupun perdes menyebabkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat 100 persen di Lombok Timur.

Data Tahun 2021 sebanyak 40 kasus kekerasan, di tahun 2022 naik menjadi 80 kasus.

Peningkatan kasus itu juga disebabkan karena masyarakat saat ini sudah berani untuk melapor, setelah pihak DP3AKB mengeluarkan nomor telepon aduan.

"Kita paling tinggi angka kasus kekerasan perempuan dan anak, tapi itu beruntung karena masyarakat sudah mulai berani melapor," pungkasnya. 

 

Bergabung dengan Grup Telegram TribunLombok.com untuk update informasi terkini: https://t.me/tribunlombok.

 

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved