Anggap Pemprov NTB Belum Serius Tangani Kemiskinan Ekstrem, DPRD: Minim Inovasi
Anggota Komisi II DPRD NTB Akhdiansyah menilai belum ada inovasi program yang dicanangkan pemprov NTB untuk memangkas angka kemiskinan ekstrem
Penulis: Lalu Helmi | Editor: Wahyu Widiyantoro
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Lalu Helmi
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Komisi II DPRD NTB Bidang Perkonomian menilai belum ada program konkret dari pemerintahan Zulkieflimansyah-Sitti Rohmi Djalillah untuk menekan angka kemiskinan ekstrem.
Ada tiga program utama yang sedang dijalankan oleh Pemprov NTB untuk menurunkan angka kemiskinan ekstrem.
Yang pertama yaitu menekan pengeluaran masyarakat melalui program bantuan sosial (bansos) dan sejenisnya.
Kemudian yang kedua dengan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui industrialisasi ekonomi kreatif.
Serta yang ketiga mengurangi kantong-kantong kemiskinan, salah satunya dengan melakukan verifikasi dan validasi data.
Baca juga: Pemprov NTB Gelontorkan Rp 1,2 Triliun untuk Program Pengentasan Kemiskinan Tahun 2023
Dalam APBD 2023, Pemprov NTB mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1,2 triliun untuk penanggulangan kemiskinan.
Dari angka tersebut, anggota Komisi II DPRD NTB Akhdiansyah menilai belum ada inovasi program yang dicanangkan pemprov NTB untuk memangkas angka kemiskinan ekstrem ini.
"Ndak ada orientasi ke situ (kemiskinan), normatif semua. Sebenarnya yang banyak program pengentasan kemiskinan yang bersifat 'auto' atau turunan program pemerintah pusat. Pemprov harus menemukan inovasi dalam artian bentuk yang lebih konkret menekan angka kemiskinan ekstrem. Langkah inovatif ini yang tidak terlihat, makanya kita pesimis," katanya saat ditemui pada Rabu (4/1/2022).
Dikatakannya, jika melihat mata anggaran yang tertuang dalam APBD NTB 2023, khususnya di bidang ekonomi, mayoritas digunakan untuk membayar utang pada 2022 yang lalu.
Kemudian ada item pembayaraan tenaga kontrak di bidang ekonomi yang menghabiskan sekitar 460 miliar.
Menurutnya, untuk menekan angka kemiskinan ekstrem, pemprov NTB perlu memulai dengan memenuhi hak dasar masyarakat.
"Saya sarankan pemda menentukan titik vitalnya di mana untuk mengatasi kemiskinan ekstrem.
Pemuhi hak-hak dasar, bikin program semacam itu. Misal kalau ada Bantuan Langsung Tunai (BLT) ke mana arahnya, ke siapa, dan apa impact nya selama ini?" cakapnya.
"Kalau kita melihat visi misi di RPJMD, program Zul-Rohmi ini lompatannya jauh tetapi belum penuhi hak dasar," imbuhnya.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu juga menyarankan perlunya pemprov NTB menghimpun data kemiskinan by name by adress (BNBA).
Data BNBA ini penting untuk memotret gambaran detail angka kemiskinan ekstrem itu. Jika data BNBA tersedia, maka sumber daya yang dikerahkan dapat terukur kepada setiap segmen.
"Itu akan tergambar dari program-program yang ditelurkan. Di mana mana kehadiran pemerintah berperan besar mengatasi kemiskinan dengan membuka lapangan kerja, mengatasi pengangguran, tetapi ini belum dilakukan dengan gemilang, ini fakta yang terabaikan," katanya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah mengeluarkan Inpres No 4/2022 untuk menghapus kemiskinan ekstrem di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Provinsi NTB di tahun 2024 mendatang.
Terkait dengan hal itu, Pemprov NTB mengacu pada data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) yang dikelola oleh Tim Nasional Penanggulangan Percepatan Kemiskinan (TNP2K).
Masyarakat NTB yang tercatat miskin ekstrem berdasarkan data bulan Maret 2021 sebanyak 4,78 persen atau 252.048 jiwa.
Namun di bulan Maret 2022 kemiskinan ekstrem turun menjadi 3,29 persen atau 176.029 jiwa. Dengan kata lain ada penurunan kemiskinan ekstrem sebesar 1,49 persen.
Baca juga: Pemprov NTB Target Menurunkan Angka Kemiskinan hingga Satu Digit Tahun 2023
Sebagai informasi, Kepala BPS NTB Wahyudin mengatakan, data kemiskinan ekstrem yang dikeluarkan oleh BPS dan TNP2K pada dasarnya sama yaitu dengan menggunakan perhitungan Bank Dunia.
Dikatakannya, warga yang masuk kategori miskin ekstrem adalah mereka yang rata-rata pengeluarannya 1,9 Dolar Amerika PPP (Purchasing Power Parities/paritas daya beli ) atau setara dengan Rp 11.941 per orang per hari.
"Dengan Inpres No 4/2022 kemiskinan ekstrem mau dihapus di tahun 2024 yang sebenarnya sasaran dari SDG's itu di tahun 2030. Namun oleh Pak Presiden memajukan 6 tahun yaitu dari tahun 2030 menjadi 2024 bahwa kemiskinan ekstrem harus nol persen," kata Wahyudin.
(*)
Dewan Minta Gubernur Iqbal Manfaatkan OPD yang Ada, Ketimbang Angkat Tim Percepatan |
![]() |
---|
8 Jabatan Kepala OPD Pemprov NTB Masih Lowong, Gubernur Iqbal Segera Buka Pansel Lagi |
![]() |
---|
Tradisi Baru Gubernur Iqbal, Pejabat Eselon II Dilantik dengan Masa Percobaan 6 Bulan |
![]() |
---|
Cerita Baiq Nelly Ikut Pansel Jabatan Pemprov NTB dan Ujikom Pemkot Mataram |
![]() |
---|
Gubernur Lalu Iqbal Angkat Akademisi dan Teknokrat Masuk Tim Percepatan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.