Masyarakat Tolak KUHP Jadi UU, Menkumham Yasonna Laoly: Silakan Gugat ke MK

Masyarakat yang tidak setuju RUU KUHP menjadi UU dipersilakan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK)

Dok. Kemenkumham RI
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly bersama Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad saat Rapat Paripurna Pengesahan RUU KUHP menjadi UU, Selasa (6/12/2022). Masyarakat yang tidak setuju RUU KUHP menjadi UU dipersilakan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

TRIBUNLOMBOK.COM, JAKARTA – Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) disahkan menjadi Undang-undang, Selasa (6/12/2022).

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly menilai pasal-pasal yang dianggap kontroversial bisa memicu ketidakpuasan golongan-golongan masyarakat tertentu.

Yasonna mengimbau pihak-pihak yang tidak setuju atau protes terhadap RUU KUHP dapat menyampaikannya melalui mekanisme yang benar.

Masyarakat yang menolak RUU KUHP menjadi UU dipersilakan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“RUU KUHP tidak mungkin disetujui 100 persen. Kalau masih ada yang tidak setuju, dipersilakan melayangkan gugatan ke MK,” jelasnya seperti dikutip dari siaran pers.

Baca juga: Ini Poin-poin RKUHP yang Dianggap Bermasalah, Lengkap dengan Penjelasannya

Yasonna mengakui perjalanan penyusunan RUU KUHP tidak selalu mulus.

Pemerintah dan DPR sempat dihadapkan dengan pasal-pasal yang dianggap kontroversial.

Di antaranya pasal penghinaan Presiden, pidana kumpul kebo, pidana santet, vandalisme, hingga penyebaran ajaran komunis.

Namun, Yasonna meyakinkan masyarakat bahwa pasal-pasal dimaksud telah melalui kajian berulang secara mendalam.

Lega Tak Lagi Pakai Produk Hukum Belanda

Yasonna menambahkan, pengesahan ini merupakan momen bersejarah dalam penyelenggaraan hukum pidana di Indonesia.

Setelah bertahun-tahun menggunakan KUHP produk Belanda, saat ini Indonesia telah memiliki KUHP sendiri.

Menurut Yasonna, produk Belanda ini dirasakan sudah tidak relevan lagi dengan kondisi dan kebutuhan hukum pidana di Indonesia.

Hal ini menurutnya menjadi salah satu urgensi pengesahan RUU KUHP.

“Produk Belanda tidak relevan lagi dengan Indonesia. Sementara RUU KUHP sudah sangat reformatif, progresif, juga responsif dengan situasi di Indonesia,” katanya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved