Berita Kota Bima

Ajukan Penerbitan Sertifikat Sejak 2016 Tak Kunjung Terbit, Warga Geruduk Kantor BPN Kota Bima

Warga Kota Bima yang tergabung dalam Federasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (FSBSI), geruduk kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Penulis: Atina | Editor: Robbyan Abel Ramdhon
TRIBUNLOMBOK.COM/ATINA
Aksi demonstrasi yang digelar warga Kota Bima, di Badan Pertanahan Negara (BPN) Kota Bima, menuntut penerbitan sertifikat yang telah diajukan sejak tahun 2016 lalu. 

"Saya sudah puluhan tahun tinggal di sana dan kini tanah-tanah saya dimiliki pengusaha-pengusaha berduit," ujarnya. 

Sementara itu, Kepala Kantor (Kakan) BPN Kota Bima, Supriyadi yang dimintain tanggapannya usai aksi demonstrasi berlangsung angkat bicara. 

Ia menjelaskan pihaknya sudah merespons aksi demonstrasi, dengan membuka ruang dialog. 

"Sekitar 15 orang perwakilan dari pendemo, tadi kami akomodir dalam ruang rapat," kata Supriyadi. 

Ia mengungkap, pihaknya tidak dapat melayani permintaan massa yang meminta informasi data  pemilik sertifikat dan lahan yang belum disertifikat. 

"Karena bukan produk kami dan bukan pemilik tanah. Yang bisa meminta itu hanya pemilik lahan dan Aparat Penegak Hukum. Kalau mereka (pendemo) tidak memiliki legal standing atas objek yang dipersoalkan," ujarnya. 

Kemudian, soal dugaan praktek mafia tanah dan uang yang telah dikeluarkan, Supriyadi mengarahkan massa untuk membawanya ke jalur pidana saja. 

"Karena kami tidak punya kewenangan untuk membuktikan. Kami pun tidak bisa sembunyikan. Biar tidak menjadi fitnah, ke jalur pidana saja, " tegasnya. 

Supriyadi juga mengaku, tidak bisa melayani permintaan massa yang ingin membuat kesepakatan dengan BPN untuk memberikan informasi. 

"Karena lembaga masyarakat yang berdemo ini, tidak mampu tunjukan legal standing dan hubungan hukum dengan subyek dan obyek tanah yang dipersoalkan pada saat dialog berlangsung," tegasnya. 

Termasuk, soal desakan untuk membatalkan sertifikat yang telah diterbitkan, sudah bukan kewenangan BPN. 

Ini berdasarkan Permen ATR Nomor 21 Tahun 2020, jika telah melampaui batas waktu 5 tahun BPN tidak memiliki wewenang. 

"Jika ingin batalkan, maka bisa menempuh upaya hukum," tandas Supriyadi. 

Selain itu, Supriyadi menjanjikan dalam satu pekan ke depan akan mengupayakan, menjawab semua tuntutan masyarakat dengan materi pendalaman dan pendampingan dari Kepolisian maupun Kejaksaan. 

"Dengan demikian, produk yang kami keluarkan nantinya bisa dipegang secara hukum," tambahnya. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved