Tragedi Kanjuruhan
Tragedi di Lima dan Accra Terulang di Malang, Gas Air Mata Picu Ratusan Kematian Suporter Sepak Bola
Tragedi yang tewaskan ratusan suporter sepak bola seperti di Kanjuruhan juga pernah terjadi di Lima dan Accra. Penyebabnya sama-sama gas air mata.
TRIBUNLOMBOK.COM - Tragedi setelah laga Arema Vs Persebaya pada Sabtu (1/10/2022) telah menjadi perhatian dunia.
Bagaimana tidak, insiden di Stadion Kanjuruhan itu telah menelan korban jiwa hingga 182 orang dan ratusan orang luka-luka.
Kericuhan semakin bertambah parah setelah polisi menembakkan gas air mata.
Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kanjuruhan, Dr Bobby Prabowo mengatakan, berdasarkan pengamatan, korban yang dievakuasi ke RSUS Kanjuruhan mayoritas karena trauma, terinjak, kemudian juga ada yang sesak napas.
"Mungkin karena kekurangan oksigen karena terlalu banyaknya orang-orang yang ada di situ, dan juga mungkin terdampak karena asap. Itu semua kompilasi yang memperberat kondisi," ungkapnya saat ditemui, Minggu (2/10/2022) seperti dikutip dari Kompas.
Jauh sebelum insiden di Stadion Kanjuruhan, tembakan gas air mata telah menyebabkan kerusuhan lain yang menewaskan ratusan orang.
Kerusuhan yang dimaksud adalah tragedi di Estadio Nacional, Lima, Peru, pada 24 Mei 1964 dan musibah di Accra Sprots Stadium, Ghana pada 9 Mei 2001.
Kedua insiden tersebut juga dipicu oleh tembakan gas air mata polisi.
Tragedi Estadio Nacional adalah kerusuhan stadion dengan korban jiwa terbanyak sepanjang sejarah, yakni 328 korban jiwa. Sedangkan tragedi di Accra adalah kerusuhan stadion dengan korban jiwa terbanyak kedua (126) sebelum kerusuhan di Kanjuruhan terjadi.
Berikut ringkasan mengenai kedua tragedi tersebut:
Baca juga: Polisi Usul Laga Arema FC Vs Persebaya Dipercepat Sore, Tapi Ditolak Panpel dan Tetap Siaran Malam
Lima 1964: Gas Air Mata Picu Eksodus Massal yang Tewaskan 328 Orang
Kerusuhan di Estadio Nacional terjadi ketika pertandingan Timnas Peru vs Argentina.
Di tengah pertandingan, suporter tuan rumah murka dengan sebuah keputusan wasit dan menyerbu lapangan.
Polisi pun merespons dengan menembakkan gas air mata ke arah kerumunan. Tembakan gas membuat ribuan suporter panik dan berebut keluar.
“Kami berbalik dan mulai naik tangga, itulah ketika polisi mulai melemparkan gas air mata. Saat itu, orang-orang di tribun lari ke terowongan (keluar stadion) untuk menyelamatkan diri—di mana mereka bertemu kami, menyebabkan tabrakan yang besar sekali,” kata seorang saksi mata tragedi Nacional, Jose Salas dikutip BBC pada Mei 2014 silam seperti dikutip dari Kompas TV.