Opini

Sanksi Pemalsuan Surat Keterangan Rapid Test Covid-19

Memalsukan surat keterangan hasil rapid tes Covid-19 merupakan tindak pindana dan bisa mendapat saksi berat. Memalsukan merupakan kejahatan serius.

Editor: Sirtupillaili
Dok.RSUD NTB
dr. Sunanto, SpBA 

Oleh: dr. Sunanto, SpBA

TRIBUNLOMBOK.COM - Sejumlah negara di dunia mengalami resesi ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Kondisi ini disebabkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I dan II 2020 minus akibat pandemi Covid-19.

Beberapa negara yang mengalami resesi ekonomi pandemi Covid-19, antara lain Singapura, Korea Selatan, Jepang, Hong Kong, Jerman, Perancis, dan Amerika Serikat.

Indonesia dalam menanggulangi penyebaran Covid-19 mengacu pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018, dan Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2020.

Serta memberlakukan Pembatasan Wilayah yang diawali PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) dan dilanjutkan dengan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat).

Baca juga: Helm Penyelamat Jiwa di Jalan Raya

Dalam kebijakan tersebut terdapat salah satu syarat bagi orang yang ingin berpergian keluar kota menggunakan jalur udara.

Dimana penumpang diwajibkan melampirkan dokumen berupa surat keterangan hasil swab antigen.

Tingginya biaya surat keterangan kesehatan bebas Covid-19 dan masa berlaku sangat singkat.

Hal ini membuat beberapa oknum memanfaatkan kesempatan untuk melakukan kejahatan.

Salah satunya dengan memalsukan surat keterangan hasil swab antigen.

Di dalam realita kehidupan manusia, kejahatan menggambarkan sesuatu permasalahan yang tidak bakal ada habisnya.

Dengan demikian diperlukannya sesuatu eksistensi hukum di tengah-tengah masyarakat.

Artinya hukum memiliki keterkaitan erat dengan kehidupan masyarakat.

Hukum selalu disebut sebagai indikasi sosial, dimana terdapat masyarakat di situ ada hukum.

Keberadaan hukum menggambarkan suatu kebutuhan masyarakat, baik kebutuhan masyarakat secara individual ataupun dalam berhubungan dengan orang lain dalam bersosialisasi.

Hukum dibutuhkan untuk menjadi landasan aturan dalam tata kehidupan.

Surat berupa lembaran kertas yang di dalamnya bermakna tulisan kata, frasa, huruf-huruf, serta angka dalam bentuk apa pun.

Atau sebuah tulisan yang memiliki arti serta makna buah pikiran manusia.

Kebenaran mengenai suatu arti serta makna tersebut wajib mendapat perlindungan hukum.

Sebagai ungkapan bahwa pemikiran tertentu terdapat di dalam surat wajib mendapat suatu kepercayaan masyarakat.

Pembentukan suatu tindak pidana pemalsuan surat ini agar mendapatkan perlindungan hukum kepada kepercayaan masyarakat terhadap kebenaran mengenai isi surat-surat tersebut.

Tindak pidana pemalsuan surat ini dibentuk agar mendapatkan perlindungan hukum terhadap kepercayaan yang diberikan oleh umum (publica fides) pada surat.

Fenomena ini semakin memperbesar disparitas sosial antar kelas masyarakat.

Dimana masyarakat yang memiliki ekonomi menengah ke atas dapat menggunakan "uang" untuk mempermudah dirinya mengelabui hukum dan pihak berwajib.

Sedangkan masyarakat yang memiliki ekonomi menengah ke bawah semakin dipersulit dengan berbagai macam kebijakan.

Mengharuskan mereka mengeluarkan uang yang seharusnya mereka gunakan untuk menghidupi diri mereka sendiri.

Dalam tindak pidana pemalsuan surat (valschheid in geshrifren) telah diatur di dalam Bab XII buku II KUHP dari pasal 263s/d 276.

Bentuk-bentuknya ialah pemalsuan surat yang bentuknya standar ataupun bentuk pokok (eenvoudige valschheid in geschriften).

Disebut juga dalam pemalsuan surat pada umumnya (pasal 263).

Pemalsuan surat yang memenuhi syarat (gekwalificeerde valsheid in geschrifte) (pasal 264).

Menyuruh untuk memalsukan keterangan palsu ke suatu akta autentik (pasal 266).

Pemalsuan surat hasil keterangan dokter (pasal 267 dan 268).

Pemalsuan surat-surat yang tertentu (pasal 269, 270 dan 271).

Pemalsuan surat keterangan hasil pejabat mengenai hak milik (pasal 274).

Menyimpan suatu bahan atau pun benda untuk suatu pemalsuan surat(pasal 275).

Perbuatan pemalsuan adalah perbuatan yang dilarang, apabila dilanggarakan dikenakan hukuman, seperti yang terkandung dalam pasal 268 KUHP.

Dalam hal ini apabila terjadinya sebuah perbuatan pemalsuan akan adanya sebuah pertanggungjawaban.

Untuk mengetahui apakah perbuatan dapat dimintapertanggungjawaban atas delik yang dilakukannya, maka harus dilihat dari kemampuan jiwa (versdelijke vermogens).

Doktrin ini secara lebih lengkap disebut dengan actus non facit reum nisi mens sit rea (actus reus dan mens rea).

Suatu perbuatan tidak dapat membuat orang bersalah kecuali dilakukan dengan niat jahat atau geen straf zonder schuld.

Di dalam pasal 268 KUHP terkandung dua bentuk tindak pidana, masing-masing diartikan dalam ayat (1) serta ayat (2).

Bila kedua diartikan tindak pidana itu dirinci, terdiri unsur-unsur dalam ayat (1) mengandung unsur-unsur.

Unsur-unsur yang bersifat objektif antara lain perbuatannya, membuat secara palsu dan memalsukan.

Objeknya, dalam surat keterangan dokter tentang ada tidaknya penyakit, kelemahan ataupun kecacatan.

Unsur-unsur yang bersifat subjektif seperti kesalahandengan maksud untuk menyesatkan para penguasa umum ataupun para penanggung.

Dalam tindak pidana pemalsuan bisa dijerat dalam sanksi pidana bersumber pada pasal 268 KUHP.

Merumuskan diantaranya, barang siapa membuat secara palsu ataupun memalsukan surat keterangan dokter tentang ada ataupun tidak adanya penyakit.

Kelemahan ataupun cacat, dengan maksud untuk menyesatkan para penguasa umum ataupun para penanggung, dikenakan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.

Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan maksud yang sama memakai surat keterangan palsu.

Unsur kesalahan sebagai pertanggungjawaban pidana bukan kesalahan yang bersifat psychologis.

Ataupun kesalahan sebagaimana pada unsur tindak pidana (yang berbentuk kesengajaan ataupun kealpaan).

Unsur kesalahan yang tidak bersifat psychologis ataupun bersifat normatif telah banyak dibahas di dalam doktrin-doktrin hukum pidana.

Selain beberapa sanksi tersebut di atas, DPR RI melalui Komisi IX duduk bersama dengan Kementerian Kesehatan membahas masalah pemalsuan surat tes Covid-19.

Serta mekanisme pencegahannya, mengingat dampak yang ditimbulkan cukup besar.

DPR RI melalui Komisi IX menawarkan solusi kepada Kementerian Kesehatan, dalam hal pembuatan surat tes Covid-19 harus melalui satu pintu dalam hal penomoran surat.

Setelah itu baru didapatkan nomor konfirmasi yang dapat digunakan dan ditulis dalam surat keterangan tes Covid-19.

Hal ini dilakukan tentunya untuk meminimalisasi tingkat pemalsuan surat tes Covid-19 yang terjadi selama ini.

Mempermudah petugas yang ditempatkan di area moda transportasi melakukan pengecekan keaslian surat tersebut.

Dilakukan dengan cara cukup memasukkan nomor surat tersebut.

Jika memang surat tersebut asli maka sudah terdaftar pada Kementerian Kesehatan.

Hal ini dilakukan untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan pemakai Surat tes Covid-19 palsu.

Semoga covid cepat berlalu dan perekonomian semakin membaik.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved