Berita Lombok Tengah
Bak Bumi dan Langit, Kehidupan 30 Kepala Keluarga di Belakang Sirkuit Mandalika Alami Keterasingan
30 kepala keluarga tersebut merupakan warga dusun Ebunut, Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah yang bertahan hidup di belakang Sirkuit Mandalika.
Penulis: Sinto | Editor: Robbyan Abel Ramdhon
Laporan Wartawan Tribunlombok.com, Sinto
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TENGAH - Pembangunan di kawasan Mandalika terus digencarkan oleh pemerintah sebagai salah satu destinasi pariwisata super prioritas (DPSP).
Termasuk di antaranya Sirkuit Mandalika yang telah menghabiskan lebih dari Rp2 Triliun.
Pembangunan sirkuit bertaraf Internasional tersebut tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Indonesia.
Apalagi dengan telah diselenggarakannya event MotoGP yang telah absen selama 25 tahun.
Baca juga: Penampakan Jalan Baru ke Sirkuit Mandalika: Lebar dan Bebas Macet Lengkap dengan Pemandangan Bukit
Namun di balik kemegahan Pertamina Mandalika Internasional Sirkuit, terdapat ketimpangan pembangunan infrastruktur yang terletak hanya beberapa puluh meter dari sirkuit yang diresmikan Jokowi pada tanggal 12 November 2021 tersebut.
Terdapat 30 kepala keluarga yang hidup dengan kondisi cukup memprihatinkan dan rumah tidak layak huni hanya sekitar 60 meter dari sirkuit.
30 kepala keluarga tersebut merupakan warga dusun Ebunut, Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah yang bertahan hidup di balik mewahnya Sirkuit Mandalika dan fasilitas pendukungnya.
Berdasarkan pantauan Tribunlombok.com hari ini Selasa (6/9/2022), rumah-rumah warga di belakang Sirkuit Mandalika memiliki kontruksi yang seadanya.
Baca juga: Kunci Sukses Bandara Lombok Tangani Event Kelas Dunia MotoGP dan WSBK di Sirkuit Mandalika
Dinding rumah warga hanya terbuat dari bambu-bambu yang dimodifikasi sedemikian rupa.
Dinding inilah yang menjadi penghalang di kala dingin pada malam hari dan debu yang melayang pada siang hari.
Atap rumah masyarakat Dusun Ebunut rata-rata semuanya menggunakan asbes.
Ukuran rumah semuanya terlihat cukup minimalis, di dalamnya terdiri dari dua sampai tiga kamar.
Sementara untuk kepala keluarga biasanya tidur di berugaq untuk menjaga hewan ternak mereka.
Masyarakat Dusun Ebunut berprofesi sebagai nelayan dan peternak sapi dan menjadi petani pada musim hujan.
Material-material rumah yang dipakai juga cukup sederhana, bahan bangunan berupa kayu hingga atap sudah tampak lapuk.
Fasilitas kamar mandi mereka dibuat seadanya, kamar mandi mereka hanya dikelilingi oleh kain saja.
Material rumah banyak menggunakan bambu dan kayu-kayu yang didapatkan dari bahan alam.
Berdasarkan penuturan dari Amaq Murdianto (53) warga Dusun Ebunut yang masih bertahan di belakang Sirkuit Mandalika mengungkapkan, dirinya saat ini memang tinggal di tanah salah satu warga.
Amaq Murdianto memang diberi tinggal secara sukarela karena jika ia tidak tinggal di sana, kemungkinan dusun tersebut akan mati.
"Di sini banyak juga penduduk yang tinggal menumpang saja. Mereka diberi tinggal sukarela oleh pemilik tanah," jelas Amaq Murdianto.
Semenjak keberadaan sirkuit, Amaq Murdianto justru merasa perekonomian semakin sulit.
Hal ini karena ia tidak diberikan akses keluar masuk lewat terowongan sirkuit.
Setiap pergi ke pasar atau melakukan mobilitas lainnya, para penduduk harus melewati jalan lain dengan waktu tempuh lima kali lipat jauhnya.
"Ekonomi semakin sulit. Tempat mengembala semakin berkurang dan akses jalan semakin jauh," terang Amaq Murdianto.
Sementara itu, bantuan yang diberikan juga tidak pernah mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka.
Bagi mereka saat ini, hal paling penting yang mereka inginkan adalah dibukanya kembali terowongan Sirkuit Mandalika agar dimudahkan akses menuju ke sekolah, pasar ataupun tempat kerja.