Soal Pengeras Suara Masjid, Ketua BM PAN NTB Ajak Berpikir Rasional

Ketua DPW BM PAN NTB, Dwi Jaya Saputra, menyampaikan pendapatnya mengenai aturan pengerasv suara masjid

Penulis: Robbyan Abel Ramdhon | Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNLOMBOK.COM/LALU M GITAN PRAHANA
Tampak depan Masjid Agung Praya, di Kecamatan Praya, Lombok Tengah 

Laporan Wartawan Tribunlombok.com, Robbyan Abel Ramdhon

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK BARAT - Ketua DPW BM PAN NTB, Dwi Jaya Saputra, sampaikan pendapat senada.

Ia menanggapi SE Menag sebagai upaya pemerintah lakukan penertiban.

Menurutnya, kebijakan itu relevan dengan kondisi sosial-budaya di Lombok yang karena mayoritas penduduknya beragam muslim, Lombok dijuluki Pulau Seribu Masjid.

"Memungkinkan terjadi kebisingan yang mengganggu kenyamanan sosial," ujarnya.

Baca juga: Unjuk Rasa Aturan Pengeras Suara Masjid di Mataram, Mahasiswa ini Malah Sibuk Bikin Tugas: Observasi

Justru dari pengamatannya, ia menganggap pengaturan kebijakan pengeras suara masjid merupakan bentuk toleransi beragama.

Politikus muda yang juga menjadi pengurus di DPP Pan tersebut mengimbau, agar masyarakat dapat menyikapi diskusi ini secara rasional.

"Walaupun Islam sebagai agama mayoritas di NTB ini, masyarakat harus menyikapi secara rasional, karena saudara yang tidak seiman juga punya hak," tegasnya.

Ketua PWNU NTB, Prof Masnun Tahir, ajak masyarakat agar tidak terprovokasi dengan ajakan mendistorsi dan mereduksi Surat Edaran Menteri Agama mengenai aturan pengeras suara masjid.

Baca juga: Penjelasan Ketua PWNU NTB Prof Masnun Tahir soal Aturan Pengeras Suara Masjid

Ia mengimbau masyarakat untuk memahami substansi dari SE tersebut.

"SE itu bukan yang baru, tetapi kesinambungan dari SE yang pernah dikeluarkan oleh menteri sebelumnya. Ini sebagai prakondisi dalam rangka pencanangan tahun toleransi," jelasnya Kamis (3/3/2022).

Prof Masnun yang juga Guru Besar Hukum Perdata Islam itu berpendapat, agar surat edaran Menag dilihat dari perspektif tafsir maqashidi.

"Di mana memahami suatu teks tidak didasarkan pada kalimat parsial (juz'iyat al-kalam) saja, karena akan menghilangkan substansi atau tujuan umum (al-maqasid al-ammah) yang hendak disampaikan dari surat edaran yang ada," katanya.

Melanjutkan pendapatnya, ia mengingatkan agar masyarakat tidak terlalu mengedepankan emosi dalam bersikap, apalagi sampai bertindak anarki.

"Jangan hobinya mereduksi informasi apalagi memprovokasi, insya Allah damai di hati dan bumi," tegasnya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved