Penjelasan Ketua PWNU NTB Prof Masnun Tahir soal Aturan Pengeras Suara Masjid

Ketua PWNU NTB, Prof Masnun Tahir memberi tanggapan soal Surat Edaran Menteri Agama terkait dengan kebijakan aturan pengeras suara masjid

Penulis: Robbyan Abel Ramdhon | Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Arsip Foto Rektor UIN Mataram/Prof Masnun Tahir
Prof Masnun Tahir menyebut Surat Edaran Menteri Agama terkait dengan kebijakan aturan pengeras suara masjid tidak keluar dari Menteri Agama Yaqut Cholil secara pribadi. 

Laporan Wartawan Tribunlombok.com, Robbyan Abel Ramdhon

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Ketua PWNU NTB, Prof Masnun Tahir, menyebut Surat Edaran Menteri Agama terkait dengan kebijakan aturan pengeras suara masjid tidak keluar dari Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas secara pribadi, Kamis (3/3/2022).

Disampaikannya kepada Tribunlombok.com, kebijakan tersebut telah melalui diskusi panjang dengan berbagai elemen masyarakat.

"Pihak perguruan tinggi dan ormas Islam, hingga para takmid masjid, bahkan juga telah melakukan penelitian," sambungnya.

Meneruskan pendapatnya, rektor UIN Mataram itu paparkan 3 (tiga) pokok penting dalam surat edaran yang perlu jadi perhatian masyarakat.

Baca juga: Soal Pro Kontra Pengeras Suara Masjid, Rektor Muhammadiyah Mataram Imbau Masyarakat Bijak

"Yang pertama durasi pengeras suara, yang kedua tentang volume dan ketiga tentang keindahan suara," sebutnya.

Menurutnya, ketiga pokok penting dalam surat edaran itu menjadi cara untuk menunjukkan Islam sebagai agaka yang santun, teratur dan penuh kedamaian.

"Surat edaran Menteri sebenarnya lebih kepada mengatur bagaimana syiar Islam itu harus mempertimbangkan nilai-nilai humanisme," tandasnya.

Ia menilai, negara yang plural seperti Indonesia, membuat aturan tersebut dibutuhkan untuk menjaga keharmonisan umat beragama.

Baca juga: Kakanwil Kemenag NTB Sebut Aturan Penggunaan Pengeras Suara Masjid Bersifat Opsional

Di negara-negara lain seperti Arab Saudi, tambahnya, ketentuan pengeras suara juga diatur.

"Tidak serta merta karena Islam sebagai agama mayiritas maka dunia itu seolah milik pribadi yang lepas dari kontrol," jelasnya.

Berdasarkan gambaran pengamatan itulah, Masnun Tahir menilai aturan kebijakan seperti yang dicetuskan Menag dibutuhkan.

"Agar cara beragama kita lebih soft dan tidak identik dengan 'kebisingan'" tutupnya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved