Kakanwil Kemenag NTB Sebut Aturan Penggunaan Pengeras Suara Masjid Bersifat Opsional
M Zaidi Abdad menyebut jika aturan penggunaan pengeras suara masjid bersifat opsional
Penulis: Patayatul Wahidah | Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Laporan Wartawan Tribunlombok.com, Patayatul Wahidah
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Nusa Tenggara Barat, M Zaidi Abdad menyebut jika aturan penggunaan pengeras suara masjid bersifat opsional.
Pernyataan ini ia sampaikan saat menerima massa yang melakukan unjuk rasa di depan Kanwil Kemenag NTB, Rabu (2/3/2022).
Lombok yang dikenal dengan julukan pulau seribu masjid, wajar jika kemudian warganya terbiasa untuk selalu mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an hingga pengajian melalui pengeras suara luar.
“Ya mangkanya itu kan bergantung kepada masyarakatnya kan, kalau masyarakatnya sudah terbiasa begitu ya silahkan saja,” kata Zaidi Abdad.
Baca juga: Pengamat: Setalah Gus Yahya, Warga NU Diklaim Akan Dukung Penundaan Pemilu 2024
Akan tetapi ia mengingatkan bahwa Kementerian Agama juga memiliki kewenangan untuk mengatur hal tersebut.
Zaidi Abdad juga menegaskan bahwa Surat Edaran Aturan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid tersebut bukanlah bentuk larangan.
Pengeras suara masih diperbolehkan untuk digunakan hanya saja pengaturannya yang perlu menjadi perhatian.
Tujuan dari Aturan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid ini bertujuan untuk kenyamanan.
Baca juga: Proposal Bantuan Pembangunan Masjid 2 Tahun Mengganggur di Kantor Bupati Bima
Aturan semacam ini menurutnya juga tidak hanya berlaku di Indonesia saja tetapi negara-negara dengan mayoritas muslim juga menerapkan Aturan Pengeras Suara Masjid.
“Jadi sebenarnya ini bukan yang pertama tapi hanya karena kita di NTB ini corong di mana-mana jadi seolah-olah bertentangan tapi insya Allah beliau tetaplah untuk memberikan support kepada masyarakat,” tutupnya.
Sebelumnya, Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
SE tersebut kemudian menimbulkan polemik tak terkecuali di Nusa Tenggara Barat yang kemudian memunculkan pro dan kontra di masyarakat.
(*)