PKS NTB Sebut Penundaan Pemilu 2024 Bertentangan dengan Konstitusi
Wacana penundaan Pemilu 2024 yang dilemparkan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mendapat penentangan dari banyak kalangan karena tak sesuai konstitusi.
Penulis: Robbyan Abel Ramdhon | Editor: Sirtupillaili
Laporan Wartawan Tribunlombok.com, Robbyan Abel Ramdhon
TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK BARAT - Wacana penundaan Pemilu 2024 masih menjadi diskusi hangat setelah Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar melontarkan pendapatnya.
Cak Imin mengusulkan agar pesta demokrasi lima tahunan tersebut ditunda selama satu atau dua tahun.
Menanggapi wacana tersebut, Ketua DPW PKS NTB Yek Agil Al Haddar tidak setuju dengan wacana penundaan Pemilu 2024.
Ia mengatakan, kehidupan berdemokrasi di Indonesia harus terus berjalan.
Secara pribadi menyatakan menolak wacana penundaan pesta demokrasi tersebut.
"Apa yang menjadi amanah konstitusi kita harus dilaksanakan, regenerasi kepemimpinan nasional yang sehat mari kita lakukan," katanya, pada TribunLombok.com, Selasa, 1 Maret 2022.
Baca juga: Polemik Penundaan Pemilu 2024 dan Kegelisahaan Segelintar Orang di Lingkaran Jokowi
Penundaan pemilu, kata Agil, hanya mungkin dilakukan jika didahului amendemen UUD 1945.
"Sementara itu, pengambilan keputusan dalam proses amandemen kan juga tidak mudah," tegasnya.
Apabila wacana tersebut tidak didukung dengan amandemen, maka penundaan pemilu menjadi tidak sesuai dengan tata aturan hukum atau inkonstitusional.
Baca juga: Jusuf Kalla: Penundaan Pemilu Melanggar Konstitusi
Terpisah, Dosen Sosiologi Universitas Mataram Doktor Saipul Hamdi menilai, penundaan pemilu berpotensi menjadi sejarah buruk bagi Indonesia.
"Kecuali ada konflik politik, pengambilan kekuasaan secara paksa atau pemberontakan, mungkin bisalah (menunda pemilu)," katanya, Selasa, 1 Maret 2022.
Ia menilai, penundaan ini hanya akan memiliki dampak negatif pada konteks demokrasi, tetapi tidak untuk konteks sosial.
"Seandainya ada presiden baru pun, kita tidak bisa berharap banyak juga," ujarnya.
Kepala Editor Pusat Studi Islamic Culture and Society (ICS) ini berpendapat, daripada menunda pemilu, lebih baik mengusulkan Presiden Joko Widodo melanjutkan kepemimpinannya hingga tiga priode.
"Kalau alasannya pemilu ditunda karena recovery ekonomi pascapandemi, sekalian saja Jokowi tiga periode, karena dua periode ini saja tidak cukup. Khawatirnya nanti ganti pemimpin, ganti kebijakan lagi yang mempengaruhi proses recovery itu," jelasnya.
Walau demikian, ia mengatakan agar indeks demokrasi di era kepemerintahan Jokowi tetap perlu dievaluasi.
Menurutnya hal tersebut berkaitan dengan mendominasinya tokoh-tokoh berlatar kepolisian dan tentara di jajaran kepemerintahan.
"Sementara bicara partai politik semua ideologinya sama," sambungnya.
Baca juga: Tolak Wacana Penundaan Pemilu 2024, Surya Paloh: Parpol Harus Taat Konstitusi
Ia membandingkan konteks demokrasi di Amerika yang diisi oleh partai Demokrat dan Republik selaku representasi dua ideologi berbeda, yakni liberal dan konservatif.
"Kalau di Indonesia partai politik sama saja, tidak ada perubahan. Saya rasa kita butuh penyegaran," tutupnya.

Dikutip dari Tribunews.com, alasan Muhaimin Iskandar mengusulkan wacana tersebut karena mengacu pada analisis big data perbincangan di media sosial, bahwa dari 100 juta subyek akun di media sosial, sebanyak 60 persen mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak.
Wakil Ketua DPR RI itu juga sebelumnya melakukan pertemuan tertutup dengan pelaku UMKM dan para pebisnis yang menghasilkan diskusi bahwa, recovery ekonomi nasional masih belum efisien.
Berdasarkan berbagai pendapat yang diterimanya itulah, Cak Imin, akrab politisi tersebut, menilai pemilu perlu ditunda.
(*)