Sejumlah Pasal Hilang dalam Perda Perkawinan Anak NTB, LPA Sebut Aturan Pepesan Kosong

Sejumlah pasal dalam Perda Perkawinan Anak NTB hilang, LPA sebut pepesan kosong karena tak ada yang memberatkan pelaku yang terlibat pernikahan dini

Penulis: Sirtupillaili | Editor: wulanndari
TribunLombok.com/Sirtupillaili
Ketua LPA Kota Mataram Joko Jumadi 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Sirtupillaili

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak mengecewakan aktivis anak.

Sebabnya, sejumlah pasal krusial dalam Perda tersebut diam-diam dihapus Pemprov NTB.

Tanpa koordinasi dengan DPRD NTB dan para pihak.

”Pepesan kosong Perda pencegahan perkawinan anak di NTB,” kata Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram Joko Jumadi, pada TribunLombok.com, Kamis (8/7/2021).

Joko menyebut Perda tersebut pepesan kosong karena menghilangkan pasal substantif terkait sanksi dan kewajiban anggaran 1 persen untuk pencegahan perkawinan anak.

Baca juga: Pegawai Bank di Mataram Gelapkan Uang Nasabah hingga Rp 200 Juta

Padahal dalam rapat paripurna dengan DPRD NTB, eksekutif dan legislatif menyetujui rancangan Perda tersebut.

Tapi setelah diundangkan, justru pasal mengenai sanksi dan kewajiban pengalokasian anggaran diubah.

Dalam Ranperda yang ditetapkan dalam paripurna DPRD, kata Joko, ada sanksi administratif dan sanksi pidana.

Termasuk pidana kurungan maksimal 6 bulan bagi para pihak yang terlibat dalam perkawinan anak.

”Namun setelah ditandatangan gubernur NTB pasal-pasal tersebut hilang,” ungkapnya.

Termasuk yang hilang adalah soal alokasi anggaran 1 persen untuk pencegahan dan penanganan perkawinan anak.

Misalnya, Pasal 30 ayat 1, 2 dan 3 mengatur sanksi administrasi bagi setiap orang, termasuk orang tua yang menikahkan anaknya.

Ketua LPA Kota Mataram Joko Jumadi
Ketua LPA Kota Mataram Joko Jumadi (TribunLombok.com/Sirtupillaili)

Kemudian Pasal 31 yang mengatur sanksi pidana bagi orang yang melanggar, kurungan maksimal 6 bulan dan atau denda Rp 50 juta.

Kemudian Pasal 33 dalam Raperda yang disepakati berbunyi, pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran pencegahan perkawinan anak paling sedikit 1 persen dari APBD NTB.

Tapi dalam Perda NTB Nomor 5 Tahun 2021 yang diteken gubernur NTB, pasal tersebut dihapus.

Hanya ada Pasal 27 berisi pembinaan dan pengawasan.

Isinya tidak tegas mengatur sanksi bagi para pihak yang terlibat dalam perkawinan anak.

Kemudian soal pendanaan, diatur pada Pasal 28 ayat 2 yang menyebut, pendanaan sesuai kemampuan daerah.

Joko sangat menyesalkan perubahan sangat drastis tersebut.

Padahal Perda tersebut sebelumnya mendapat apresiasi banyak pihak.

Bahkan Gubernur NTB Zulkieflimansyah mendapat penghargaan dari menteri karena memiliki Perda tersebut.

Tapi belakangan beberapa ketentuan dalam regulasi itu justru diubah.

Ia menilai, Perda yang dibuat dengan penuh perjuangan tersebut tidak akan efektif.

Joko mengibaratkan hanya sebatas pepesan kosong karena tidak akan berarti apa-apa.

Baca juga: Insiden Suami Talak Istri Setelah Ijab Kabul, MUI NTB Beri Saran untuk Warga Agar Lebih Bijak

Pemprov NTB Bantah Hapus

Sementara itu, Kepala Biro Hukum Setda NTB Ruslan Abdul Gani menjelaskan, perubahan tersebut merupakan hasil fasilitasi Raperda ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Hasil fasilitasi itulah yang kemudian ditindaklanjuti sehingga terjadi perubahan tersebut.

”Bila hasil fasilitasi itu tidak ditindaklanjuti maka tidak akan diberikan nomor, ini perintah undang-undang,” katanya.

Perda Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak, kata Ruslan, sudah sangat tegas.

Kepala Biro Hukum Setda NTB Ruslan Abdul Gani
Kepala Biro Hukum Setda NTB Ruslan Abdul Gani (TribunLombok.com/Sirtupillaili)

”Sangat luar biasa pangaturannya, dalam bab dua sudah mulai bicara tentang pencegahan,” katanya.

Seperti Pasal 5, di sana sudah berbicara tentang pencegahan perkawinan anak.

”Perkawinan anak dicegah apabila calon mempelai laki-laki atau perempuan masih anak atau tidak memenuhi ketentuan syarat umur,” katanya.

Kemudian upaya pencegahan anak dengan melibatkan masyarakat hingga pencegahan di pengadilan.

”Sudah diatur sedemikian rupa,” katanya.

Sementara untuk anggaran pencegahan perkawinan anak, juga sudah diatur sesuai kemampuan anggaran daerah.

Ruslan membantah ada pasal yang dihapus.

”Bukan dihilangkan, siapa bilang dihilangkan?” ujarnya.

Pada pasal 14, pemerintah daerah berperan melakukan upaya pencegahan perkawinan anak dan mensinergikan dengan kota layak anak serta kearifan lokal.

Anggara pun disesuaikan dengan kemampuan daerah.

”Ini rumusan yang dibuat oleh pusat, bukan dihilangkan, tapi disesuaikan,” tandasnya.

Fasilitasi Perda tersebut butuh waktu lama. Kemendagri pun mempunyai kajian.

Sehingga aturan daerah tidak bertentangan dengan aturan pemerintah pusat.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved