Gunung Rinjani
Alasan Pemprov NTB Tolak Rencana Glamping dan Seaplane di Rinjani
Pemprov NTB resmi menolak rencana pembangunan glamping dan fasilitas pesawat amfibi di Danau Segara Anak Rinjani.
Ringkasan Berita:
- Pemprov NTB resmi menolak rencana pembangunan glamping dan fasilitas pesawat amfibi di Danau Segara Anak Rinjani karena dinilai berpotensi merusak lingkungan.
- Penolakan ini didukung oleh tokoh adat dan masyarakat yang menilai proyek tersebut mengancam kesakralan Rinjani dan keinginan porter ekonomi serta pengusaha lokal.
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) resmi menolak rencana pembangunan glamorous camping (glamping) dan fasilitas seaplane di kawasan Danau Segara Anak, Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).
Penolakan tersebut telah disampaikan kepada pemerintah pusat sejak Oktober lalu.
Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB, Ahmadi, mengatakan keputusan itu diambil setelah mempertimbangkan aspek lingkungan dan masukan dari berbagai pihak.
“Kita kembalikan ke pusat, artinya kita tidak setuju. Nanti kita buatkan nota tidak mau,” ujar Ahmadi, Kamis (20/11/2025).
Ia menjelaskan, rencana investasi yang diajukan PT Solusi Pariwisata Inovatif (SPI) tersebut dinilai berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan. Meski proses perizinan sudah berjalan di Kementerian Kehutanan, pemerintah daerah tetap memilih mengutamakan keselamatan ekosistem Rinjani.
“Kita lebih mementingkan lingkungan, keresahan masyarakat sangat tinggi, semua kelompok-kelompok masyarakat,” tegasnya.
Pengajuan izin dilakukan perusahaan melalui skema Perizinan Berusaha Pengusahaan Sarana Jasa Lingkungan Wisata Alam (PBPSWA) kepada tiga kementerian, yakni Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Pada Juni lalu, berkas izin bahkan telah memasuki tahap pemenuhan persyaratan izin lingkungan di Kementerian Lingkungan Hidup.
Namun setelah evaluasi, Pemprov NTB menyimpulkan proyek tersebut memiliki risiko lebih besar daripada manfaatnya.
“Kalau glamping banyak mudharat. Unram bersurat, Walhi bersurat, artinya sindiran ke pusat kami tidak setuju,” tambah Ahmadi.
Penolakan dari Tokoh Adat
Sebelumnya, sejumlah tokoh adat Lombok juga menyampaikan penolakan keras terhadap rencana pembangunan glamping dan seaplane di kawasan Rinjani. Mereka menilai proyek tersebut berpotensi mengganggu ekosistem dan keberlanjutan ekonomi masyarakat lokal.
Pemangku Adat Bayan Beleq, Raden Kertamono, meminta agar Rinjani tetap dibiarkan alami.
“Kayak semula kayak dulu kesakralannya, sumber penghidupan masyarakat kita, air danau itu sumber kita,” ungkapnya saat berdiskusi bersama organisasi pemuda Oasistala Lombok Timur, Kamis (7/8/2025).
Ia mengingatkan, jika konsep wisata mewah itu dijalankan, para porter dan pengusaha penginapan di jalur pendakian tradisional terancam kehilangan mata pencaharian.
“Dampak ekonomi kita fikirkan bersama, porter dan hotel sepi di sana, kan mati orang,” keluhnya.
Baca juga: Pemprov NTB Tolak Pembangunan Glamping dan Seaplane di Gunung Rinjani
Raden mencontohkan bagaimana masyarakat Bayan menjaga kelestarian hutan adat melalui aturan awik-awik yang ketat, seperti denda berat bagi pelanggar yang menebang pohon. Karena itu, kawasan hutan adat di Bayan tetap terjaga dan tidak kekurangan air.
Pusat Ingatkan Pentingnya Keseimbangan Ekologis
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), turut menyoroti rencana pengembangan wisata di Rinjani. Ia menekankan bahwa pembangunan harus berjalan seiring dengan pelestarian lingkungan.
“Yang jelas, pembangunan bukan hanya saja soal pertumbuhan dan pemerataan, akan tetapi juga kelestarian alam. Semua lahan, termasuk juga kawasan pesisir dan hutan, harus dikelola dengan status hukum yang jelas, serta juga ada perlindungan yang ketat di dalamnya,” kata AHY saat berkunjung ke Lombok Barat beberapa waktu lalu.
Ia menyebut rencana pengembangan wisata seperti glamping, seaplane, maupun kereta gantung harus dipertimbangkan secara matang, terutama terkait dampak ekologis dan sosial.
“Saya mendorong bahwa pembangunan itu harus berorientasi bukan hanya pada pertumbuhan, namun juga keseimbangan alam,” ujarnya.
Menurut AHY, pengembangan wisata memang dapat meningkatkan ekonomi daerah, tetapi tidak boleh mengorbankan keberlanjutan lingkungan.
“Kita harus selalu bertanggung jawab pada lingkungan dan bumi kita. Ini yang harus dijaga dengan berimbang,” pungkasnya.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/lombok/foto/bank/originals/plawangan_sembalun_rinjani_24252u525jpg.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.