Berita Lombok Timur

Wabup Lombok Timur Sebut Perkawinan Anak sebagai Hulu Kasus Stunting

Angka pernikahan anak di Lombok Timur tinggi, periode Januari-Agustus 2025 mencapai 19 kasus

Penulis: Toni Hermawan | Editor: Wahyu Widiyantoro
TRIBUNLOMBOK.COM/TONI HERMAWAN
PERKAWINAN ANAK - Wabup Lombok Timur Mohammad Edwin Hadiwijaya memantau program program Better Reproductive Health and Right For All In Indonesia (Berani) Idi yang dikemas dalam Gawe Gubuq desa Paok Motong, Rabu (10/9/2025). Angka pernikahan anak di Lombok Timur tinggi, periode Januari-Agustus 2025 mencapai 19 kasus. 

Laporan Wartawan TribunLombok.com, Toni Hermawan

TRIBUNLOMBOK.COM, LOMBOK TIMUR - Wabup Lombok Timur Mohammad Edwin  Hadiwijaya meminta semua pihak mencegah perkawinan anak.

Menurutnya, perkawinan anak sebagai hulu permasalahan stunting.

“Meskipun  stunting ini terlihat  setelah  lahir, tapi hulu kita cegah dulu,” katanya di sela acara program Better Reproductive Health and Right For All In Indonesia (Berani) di desa Paok Motong , Rabu (10/9/2025).

Dia menyebut, perkawinan anak memiliki resiko yang banyak, di antaranya permasalahan kesehatan reproduksi.

“Kita meminta semua pihak mulai dari pemerintah daerah hingga ke pemerintah kecamatan dan desa bersama-sama,” harapnya.

Edwin juga berharap program Berani yang dikemas dalam Gawe Gubuk di Desa Paok Motong ini dapat dilaksanakan ke desa-desa lainnya di Lombok Timur.

Baca juga: Alami Lonjakan hingga 5,2 Persen, Wagub Dinda Ajak Semua Pihak Keroyokan Tekan Angka Stunting di NTB

“Jurusnya sudah ada modulnya sudah ada, kita replikasi  ke ke desa-desa lain, kita minta juga keterlibatan organisasi wanita yang berada dibawah pemerintah seperti GOW dan PKK, kita minta juga  keterlibatan penggerak PKK provinsi NTB,” harapnya.   

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lombok Timur Ahmat menyebut,  angka pernikahan  anak di Lombok Timur tinggi, periode Januari-Agustus 2025 mencapai 19 kasus. Sementara pada tahun 2024 sebanyak 37 kasus.

Tingginya angka kasus pernikahan anak, salah satu faktornya yakni jumlah penduduk.

“Kita jumlah penduduk yang padat, setiap tahun ini kita liat ada penurunan,” kata Ahmat.

Faktor lainnya, kata Ahmat, lantaran pola asuh terhadap anak-anak yang ditinggal merantau orang tuanya ke luar negeri lalu dititipkan kepada kakek-nenek ataupun sanak keluarganya yang lain.

“Yang menikah di bawah umur ini rata-rata orang tuanya jadi buruh migran, coba  angka 19 kasus ini kita mengecek 60 persen anak-anak yang tinggal di pamannya, neneknya yang notabenenya orang tuanya tinggal di luar negeri,” sambungnya.

Terkait tinggi kasus pernikahan anak, DP3AKB akan membangun koordinasi dengan NGO Yang membidangi hal tersebut, semisal Advokasi Buruh Migran Indonesia (ADBMI), harapan orang tua dapat memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anaknya, meskipun berada di luar negeri.

“Walaupun orang tuanya di luar negeri, tetapi tetap memberikan kasih sayang bisa melalui video call dan mengontrol anaknya,” sarannya.

Ahmat menilai faktor lingkungan tempat  mempengaruhi tingginya perkawinan, terlebih tingkat pendidikan  yang rendah.

“Lingkungan juga menentukan, peran dan fungsi kita untuk bersama-sama mencegah perkawinan anak,” pungkasnya.

(*)

Sumber: Tribun Lombok
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved