“Menurut cerita, dulu nenek moyang Sasak di Desa Kuripan Selatan itu menjalin transaksi jual beli 40 kerbau dengan Kerajaan Bali. Atas dasar terima kasihnya, Kerajaan Sasak kemudian memberikan hadiah kentungan yang sampai saat ini masih ada di Bali,” katanya.
Keberadaan petilasan ini juga dibenarkan oleh adanya ritual yang dilakukan masyarakat Bali di Desa Kuripan. Setiap akhir panen, ritual yang diberi nama ritual Aci-aci digelar oleh suku Bali.
“Kami di Desa Kuripan 100 persen beragama Islam, namun petilasan ini biasanya digunakan sebagai ritual juga oleh saudara kita yang Hindu, yang diberi nama sebagai ritual Aci-aci yang dilakukan setiap akhir panen,” ungkap Satria.
Dari informasi yang diterima, rupanya keberadaan petilasan ini sudah menjadi situs yang dikeramatkan oleh orang Bali, karena nol peradaban Sasak dahulu diyakini sebagai bagian dari bukti kehidupan harmonis yang terjalin antara Kerajaan Sasak dan Bali di desa tersebut.
“Bukan hanya satu kerajaan yang pernah menjalin hubungan baik di desa ini, namun salah satu kerajaan besar Bali, yakni Gel Gel Dalam Prabu, yang datang pada abad ke-14 dan mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong di Bali, juga pernah hidup berdampingan di desa kita ini,” sebutnya.
Ritual Aci-aci hingga saat ini masih dijalankan di Desa Kuripan Selatan. Ritual ini telah menjadi event yang digelar setiap musim panen berakhir.
Ketua Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) NTB, Wiro Hamdani, membenarkan adanya ritual Aci-aci yang digelar masyarakat di Desa Kuripan Selatan, Lombok Barat.
Menurutnya, acara tersebut memang sudah menjadi tradisi tahunan masyarakat di Kuripan yang dikramatkan dan disakralkan karena sarat akan nilai budaya leluhur suku Sasak.
“Ritual Aci-aci bukan hanya sekadar tradisi, namun juga cerminan nilai-nilai luhur masyarakat Sasak dalam menjaga keseimbangan hidup dan spiritualitas,” ungkapnya.
Ia juga berharap keberadaan ritual ini dapat membuka tabir baki desa tersebut untuk berkembang dan mengoptimalkan potensi desanya, baik dari sisi wisata budaya maupun wisata alam dengan keberadaan Bukit Sasak.
“Ritual ini sekaligus membuka potensi desa sebagai destinasi wisata yang kaya akan nilai-nilai religi dan kearifan lokal,” pungkasnya.