Opini

Dari Puing ke Peluang, Refleksi Gempa Lombok 2018, Bangkitnya Jiwa Kolektif dan NTB Tangguh

Editor: Sirtupillaili
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dr H Ahsanul Khalik. Penulis saat ini menjabat sebagai Staf Ahli Gubernur Provinsi NTB Bidang Sosial.

Kini, tujuh tahun sudah berlalu. Bangunan telah berdiri kembali. Sekolah dan masjid kembali ramai. Tapi satu hal yang tak boleh hilang dari ingatan adalah pelajaran dari luka itu sendiri, bahwa bencana adalah tamu tak diundang, namun bukan alasan untuk kita panik tak berdaya. 

Justru dari sana kita belajar tentang pentingnya kesiapsiagaan, pentingnya kesatuan, pentingnya sistem yang rapi dalam menghadapi masa darurat. 

Maka, refleksi gempa 2018 harus menjadi fondasi untuk menata masa depan NTB yang lebih tangguh bencana. Kita harus membangun sistem yang kokoh, dari pengetahuan publik, hingga kesiapan desa, dari data yang akurat, hingga perencanaan ruang yang bijak. 

Karena itulah, kini saatnya memperkuat basis mitigasi risiko secara terstruktur. Kita perlu terus memperkuat NTB Satu Data Kebencanaan, sistem informasi yang mencatat secara lengkap fase pra bencana, saat bencana, hingga pasca bencana. Ini penting untuk mendukung perencanaan dan kebijakan yang tepat dan cepat. Selain itu, penguatan Desa Tangguh Bencana harus menjadi prioritas. 

Bukan sekadar seremonial, tetapi berupa pelatihan evakuasi mandiri, penyediaan alat siaga darurat, dan pembentukan kelompok relawan desa yang paham betul tindakan pertama ketika gempa kembali datang.

Koordinasi antar pemerintah kabupaten/kota dengan provinsi juga harus diperkuat. Bencana tidak mengenal batas wilayah administratif, maka sinergi lintas daerah menjadi keniscayaan. Bahkan, kolaborasi dengan masyarakat sipil, organisasi keagamaan, dunia usaha, hingga komunitas lokal menjadi kekuatan besar yang harus terus dirawat. 

Tata ruang juga harus dikaji ulang, kawasan rawan gempa tidak boleh lagi dihuni, harus disulap menjadi ruang terbuka hijau atau tempat evakuasi massal. Dan yang tak kalah penting adalah pendidikan kebencanaan kepada publik. 

Masyarakat harus tahu apa yang dilakukan ketika bencana datang, bagaimana menyelamatkan diri, ke mana harus mengungsi, bagaimana bertahan hidup, dan bagaimana bangkit. 

Semua ini bukan semata program, tetapi jalan menuju peradaban tangguh. Karena NTB bukan hanya butuh pembangunan fisik, melainkan pembangunan jiwa yang siaga, peka, dan saling menjaga.

Refleksi gempa 2018 adalah warisan luka yang menjelma cahaya. Cahaya yang mengarahkan kita untuk tidak mengulangi kelalaian, untuk tidak alpa menyiapkan generasi yang paham bencana. 

Kita tidak ingin anak cucu kita hanya mewarisi cerita tangis, tapi juga kebanggaan bahwa leluhurnya belajar dari derita, lalu bangkit dan membangun daerah yang siap menyambut apapun yang datang. Karena sejatinya, ketangguhan bukan tentang tak pernah jatuh, tetapi tentang bagaimana kita bangkit dengan kepala tegak, hati lapang, dan tangan yang saling menggenggam. 

Itulah NTB yang sedang kita tuju. NTB yang kuat bukan karena bebas dari bencana, tapi karena siap menghadapinya dengan ilmu, iman, dan solidaritas. Dan kita semua adalah bagian dari jalan panjang menuju NTB yang tangguh, bermartabat, dan berjiwa besar.

Berita Terkini