Pendidikan bukan semata-mata tentang capaian kognitif, namun juga tentang membentuk manusia yang utuh — yang mampu mengenali dan mengelola emosinya, menjalin relasi yang sehat, serta mengambil keputusan secara bijak.
Saya juga melihat bahwa ketika pembelajaran sosial emosional diterapkan secara konsisten, hasil akademik siswa meningkat.
Mereka menjadi lebih fokus, percaya diri, dan mampu berkontribusi aktif di kelas. Selain itu, keterampilan yang ditanamkan melalui CASEL seperti empati, kerja sama, dan pengendalian diri, menjadi bekal penting dalam menghadapi tantangan hidup di luar sekolah.
Lebih jauh lagi, pendekatan ini turut mencegah munculnya berbagai masalah perilaku di kelas.
Dengan siswa yang mampu memahami perasaan dan perspektif orang lain, suasana belajar pun menjadi lebih damai dan suportif.
Ini juga mempermudah saya sebagai guru dalam membangun komunitas kelas yang aman, inklusif, dan saling menghargai.
Dengan semua manfaat tersebut, saya yakin bahwa penerapan CASEL bukan hanya relevan, tetapi sangat diperlukan untuk mempersiapkan generasi muda yang tangguh, adaptif, dan berdaya saing di masa depan
Cerita Reflektif 2
Bapak dan ibu guru sebelum mengajar, bagaimanakah cara Anda mengidentifikasi emosi diri dan menjaga relasi dengan orang lain sehingga penerapan CASEL dapat dilaksanakan dengan baik?
Kunci Jawaban:
Sebelum memulai proses pembelajaran, saya menyadari bahwa kesiapan emosional diri dan kualitas hubungan sosial saya memiliki pengaruh besar terhadap atmosfer kelas.
Maka dari itu, saya berusaha menerapkan prinsip CASEL (Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning) bukan hanya kepada siswa, tetapi juga pada diri sendiri sebagai pendidik.
CASEL terdiri dari lima kompetensi inti: kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan relasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Kelima aspek ini saya coba tanamkan secara konsisten dalam rutinitas mengajar.
Salah satu praktik sederhana yang saya terapkan adalah meluangkan waktu sejenak sebelum masuk kelas untuk menyadari kondisi emosional saya.
Saya bertanya kepada diri sendiri: “Apa yang sedang saya rasakan? Apakah saya siap secara mental dan emosional untuk hadir sepenuhnya bagi siswa saya hari ini?”