Suami di Lombok Tengah Bunuh Istri

Aktivis Perempuan Sebut Femisida di NTB Alarm Bahaya, Negara Harus Hadir Tangani KDRT

Editor: Laelatunniam
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KDRT DI NTB - Aktivis perempuan NTB, Nur Janah. Ia mengatakan Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Nusa Tenggara Barat (NTB) terus meningkat, bahkan kini mulai mengarah pada feminisida.

TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM - Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Nusa Tenggara Barat (NTB) terus meningkat, bahkan kini mulai mengarah pada femisida.

Femisida adalah pembunuhan terhadap perempuan atau anak perempuan yang didorong oleh kebencian, prasangka, atau stereotip gender. Dengan kata lain, femisida adalah pembunuhan perempuan karena mereka adalah perempuan.

Penyebab semakin mengerikannya kasus KDRT yang berujung pembunuhan terhadap perempuan dipicu oleh kekerasan, yang dilakukan laki-laki melalui pengamatan dan pengalaman, termasuk melihat kekerasan dalam keluarga atau lingkungan sosial. 

Aktivis perempuan NTB, Nur Janah, menyuarakan keprihatinan mendalam atas semakin maraknya kekerasan dalam rumah tangga yang berujung pada kematian perempuan.

“Dalam kasus KDRT, perempuan selalu menjadi korban femisida,” ujar Nur Janah.

Pernyataan ini disampaikan menyusul kasus tragis pembunuhan terhadap Baiq Miranda Puspa Fratiwi (28), pegawai Bandara Internasional Lombok, yang dibunuh oleh suaminya sendiri, Fachrudin Azzahidi (36), di Praya, Lombok Tengah, Minggu (3/8/2025).

Menurut Nur Janah, kekerasan yang dilakukan laki-laki sering kali dipicu oleh pengaruh sosial dan budaya, termasuk pola asuh yang membenarkan kekerasan dalam relasi kuasa rumah tangga.

Janah menjelaskan, konsep maskulinitas tradisional seringkali menekankan kekuatan, dominasi, dan kontrol, yang dapat berkontribusi pada kekerasan terhadap perempuan.

Secara sosilogis sistem sosial yang menempatkan laki-laki pada posisi lebih tinggi dan perempuan lebih rendah, dapat melegitimasi kekerasan terhadap perempuan.

"Misalnya, jika perempuan berdaya secara ekonomi, misalnya korban pekerja keras dan bisa menghasilkan secara ekonomi ada perasaan yang berbeda yang dirasakan oleh laki-laki. Ada kecurigaan berlebihan yang mengaduk-aduk, mencabik-cabik harga dirinya sebagai laki-laki. Yang harusnya bisa dibicarakan, di tabayyunkan,"jelasnya.

Nur Janah menyerukan agar masyarakat berhenti menormalisasi kekerasan dalam rumah tangga.

Ia menegaskan bahwa KDRT bukanlah urusan pribadi semata, melainkan persoalan serius yang harus ditangani sebagai masalah publik.

“Maka jangan pernah normalisasi kekerasan. KDRT (apapun bentuknya) harus disuarakan, dilaporkan. Karena KDRT bukan masalah privat, tapi masalah negara,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Berdasarkan data Kepolisian Daerah NTB, kasus KDRT menunjukkan tren meningkat dalam tiga tahun terakhir. Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujewati, menyampaikan bahwa hingga pertengahan Juni 2025, sudah tercatat 108 kasus KDRT.

“Kasus ini terindikasi mengalami peningkatan pada tahun 2025,” kata Puje, Selasa (5/8/2025).

Halaman
12

Berita Terkini