Kerusakan Hutan Kian Parah, Walhi NTB Tolak Proyek Kereta Gantung Rinjani hingga Pertambangan

Penulis: Jimmy Sucipto
Editor: Sirtupillaili
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi kereta gantung rinjani.

Begitu pula dengan proyek Smelter di Kabupaten Sumbawa Barat yang digadang akan dibangun dua perusahaan besar, yaitu PT China Nonferrous Meta Industry Foreign Engineering Construction Co Ltd (NFI), dan PT PIL Indonesia.

Selain pertambangan berizin, di NTB juga tercatat bahwa maraknya illegal mining atau tambang illegal (pertambangan tanpa izin).

Diantaranya di Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kabupaten Sumbawa.

Pertambangan ilegal menjadi penyebab kerusakan hutan dan ekologi yang juga menjadi penyebab bencana banjir di banyak wilayah di NTB.

Selain tambang, terdapat juga investasi berbentuk pariwasata yang disinggung Walhi NTB.

Salah satu investasi yang kini tengah didorong Pemprov NTB adalah pembangunan kereta gantung di kawasan hutan Rinjani.

Dengan luas area 500 hektare beserta pembangunan infrastruktur dan rencana pembangunan resort.

Dengan nilai investasi sebesar Rp 2,2 triliun, Walhi NTB dengan tegas melakukan penolakan.

Belum lagi terkait proyek KEK Mandalika. Walhi NTB menyoroti kasus banjir di depan Sirkuit Mandalika pada beberapa waktu lalu.

"Banjir itu (Sirkuit Mandalika) akibat eksploitasi alam," ujar Amri.

Amri menilai, pembukaan jalan dengan mengorbankan sejumlah hutan hingga bukit di Mandalika menjadi penyebab banjir di depan Sirkuit Mandalika.

Demikian pula dengan kerusakan ekologi pesisir pantai di Nusa Tenggara Barat.

Dijelaskan Amri, alih fungsi lahan untuk investasi tambak udang, budi daya mutiara skala besar KEK Mandalika menjadi penyumbang kerusakan alam.

"Beberapa nelayan maupun pengusaha kecil harus rela kehilangan mata pencahariannya," ungkap Amri.

Sementara itu, terdapat peraturan PERPU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Halaman
123

Berita Terkini