Laporan Wartawan TribunLombok.com, Jimmy Sucipto
TRIBUNLOMBOK.COM, MATARAM – Berbagai investasi bidang pariwisata hingga tambang masuk ke Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam beberapa tahun terakhir.
Di antaranya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Kereta Gantung Gunung Rinjani, Hub Internasional Lombok Utara, serta tambang seperti PT Aman Mineral Nusa Tenggara.
Terhadap proyek-proyek ini Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB terang-terangan menyatakan penolakan karena dampak lingkungan yang ditumbulkan.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi NTB Amri Nuryadin mengatakan, investasi-investasi tersebut menyumbang kerusakan alam terhadap hutan-hutan di NTB.
Hal tersebut ditegaskan Walhi NTB dalam keterangan pers, di Batu Layar, Senggigi, Jumat (3/2/2023).
Baca juga: Walhi NTB Dorong KPK Evaluasi Izin Pertambangan di NTB
Walhi NTB menilai proyeksi pembangunan dan investasi di NTB berkontribusi besar terhadap kerusakan lingkungan hidup.
Baik di kawasan hutan, pesisir, pulau-pulau kecil, maupun lahan-lahan pertanian produktif.
Sehingga menyebabkan laju kerusakan hutan dan lahan kritis sangat tinggi di NTB.
Berdasarkan data hasil investigasi Walhi NTB, tercatat laju kerusakan hutan mencapai 50 persen dari luas kawasan hutan di NTB.
Atau sekitar 550.000 hektare dari 1,1 juta hektare kawasan hutan di NTB.
Menurut Amri, ancaman perusakan lingkungan di kawasan hutan disebabkan operasi tambang, alih fungsi lahan skala besar, baik di wilayah hutan maupun pesisir.
Sejumlah pertambangan besar yang menguasai lahan wilayah hutan dan pesisir antara lain PT Aman Mineral Nusa Tenggara (dahulu PT NNT) dengan luas 125.341,42 hektare di Kabupaten Sumbawa Barat.
Kemudian industri tambang yang sedang memulai eksplorasinya yaitu PT STM.
PT STM memegang izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) di Hu’u Dompu dengan luas 19.260 hektare yang merupakan wilayah kawasan hutan di Hu’u Dompu.