Padahal, lanjut Muzihir, dengan menggandeng dewan maka pihaknya akan memberikan masukan-masukan penting.
"Intinya mari kita duduk bersama, jangan jalan sendiri-sendiri. Karena ini bukan gawe kita saja, tapi nasional bahkan dunia. NTB hanya sebagai tuan rumah yang memiliki sirkuit level internasional," tandasnya.
Hal senada disampaikan Mori Hanafi. Sepinya minat orang luar NTB menonton WSBK tahun ini dinilainya wajib menjadi pelajaran dan perbaikan dalam semua sektor di tahun-tahun mendatang .
Mori mengungkap sejumlah alasan. Pertama, level WSBK yang memang berada di bawah MotoGP.
Fans dari event WSBK ini juga tidak se-menjamur MotoGP.
Ia mafhum, hampir semua penyelenggaraan WSBK memang mayoritas sepi penonton.
Hal lain, ingatan penonton soal gelaran event internasional di Sirkuit Mandalika pada 2021 dan MotoGP Maret 2022 silam cukup buruk.
"Harga Hotel dan losmen naiknya terlalu tinggi pada 2021 lalu. Jadi masih banyak yang trauma sampai saat ini, makanan dan tiket pesawat juga mahal," katanya.
Tiket WSBK juga dalam kacamatabya masih dalam kategori mahal (hanya diskon 50 persen khusus KTP NTB).
Secara khusus, Mori mengkritik skema promosi yang dilakukan penyelenggara.
"Promosi yang dilakukan tidak mencerminkan bahwa WSBK ini adalah event kelas dunia. Sangat biasa bahkan normatif," ungkapnya.
Mori mencontohkan saat menonton MotoGP di Malaysia.
"Rp 6 juta dengan estimasi waktu 3 hari 2 malam (hotel bintang 4, tiket pesawat, tiket nonton MotoGP, free transport Kuala Lumlur - Sirkuit)."
"Sementara nonton WSBK/MotoGP Mandalika Rp 6 juta untuk 4 hari 3 malam (hotel bintang 2/3 di Mataram dan tiket nonton WSBK/MotoGP. Tidak termasuk tiket pesawat dan transport," katanya.
"Jadi kalau nonton ke Mandalika perlu biaya minimal 12jt. Bahkan kalo stay nya di daerah Mandalika dapatnya hanya sekelas losmen," sambung Mori.