Total produksi kopi yang dapat dihasilkan sekitar 30-40 ton pertahun.
Hingga berujung pada peningkatan pemasukan PAD antara Rp 200 juta hingga Rp 300 juta per tahun.
"Tapi tergantung dari hasil produksi juga," ungkap penulis Nika Baronta ini.
Alan Malingi mengatakan, kopi Tambora yang terinspirasi dari sejarah dan nama besar Gunung Tambora selayaknya dikembangkan dan dipromosikan dalam kemasan kopi bubuk berlabel Kopi Tambora.
Sehingga akan menjadi produk dan komoditi unggulan bagi daerah, sekaligus ikon bagi Bima.
Baca juga: Sejarah Kopi Arabica Sembalun, Tumbuh Sejak Zaman Kolonial
Diam-Diam Kopi Tambora Go Internasional
Kopi kini tidak hanya menjadi minuman bapak-bapak di pedesaan.
Kopi ini kini bermetamorfosis menjadi sebuah gaya hidup yang kekinian.
Bahkan di kalangan generasi Z (lahir 1996-2009), kopi menjadi gengsi pergaulan.
Alhasil, harga kopi pun kini cukup tinggi, jika dulu hanya dihargai Rp 2.000 per gelas.
Kini seiring menjamurnya kedai-kedai kopi sajian kopi semakin bervariasi sehingga memiliki nilai jual tinggi. Bisa mencapai Rp 80 ribu per gelas kecil.
Kopi Tambora yang dulunya hanya diminum oleh kalangan transmigran di Kecamatan Tambora, kini sudah melanglang buana ke luar negeri.
Andi, pengelola Kedai Uma Kahawa di Kota Bima mengungkap, sudah pernah mengirim kopi Tambora ke Jepang, Singapura dan Eropa.
"Prospek kopi ke depan itu gila," ungkap Andi, saat ditemui TribunLombok.com.
Meski sudah memenuhi cita rasa penikmat kopi di luar negari, Andi mengungkap, konsumen di luar sana tidak tahu jika yang diminum tersebut kopi Tambora.
"Mereka tidak tahu itu kopi Tambora. Tahunya, ya hanya kopi Robusta," ungkap Andi.
Kondisi ini sangat disayangkan oleh dirinya sebagai pegiat kopi di Bima.
Seharusnya, kata Andi, konsumen di luar Bima apalagi di luar negeri harus mengetahui jika kopi yang diminumnya berasal dari Tambora.
Lebih mirisnya lagi, kata Andi, puluhan ton kopi asal Tambora dibeli oleh warga NTT setiap bulannya, tanpa ada branding kopi Tambora.
"Tapi saya kurang tahu juga ya, apakah di NTT dibranding kopi asal sana atau tidak. Yang pasti, belinya dari sini dibawa ke NTT," ungkap Andi.
Baru-baru ini saja, Andi mendapatkan permintaan kopi dari Korea Selatan sebanyak 200 ton.
Akan tetapi permintaan tersebut belum bisa diterima, karena ia terkendala dengan modal.
"Petani itu maunya cash, tidak mau dicicil. Ketika ada yang minta banyak seperti ini, hanya bisa gigit jari karena tidak ada kemampuan," akunya.
Andi merasa yakin, kopi Tambora memiliki peluang besar meramaikan pangsa pasar kopi dunia.
Vegetasi di kaki gunung Tambora, membuat rasa kopi Tambora sangat kuat dan itu tidak dimiliki kopi-kopi di daerah lain.
"Rasa kopinya itu strong dan rasa seperti inilah yang dicari penikmat kopi," ujarnya.
Selain strong, kopi Tambora juga memiliki banyak rasa.
Rasa yang kuat ini, dipengaruhi pohon Jenetri yang membuat rasa kopi Tambora beda.
"Kulit Jenetri kalau busuk, manis dan ini pengaruhi rasa kopi Tambora," jelas Andi.
Selain itu, dalam kopi Tambora juga memiliki banyak varian rasa lain.
Seperti rasa pisang, nangka dan durian.
Andi juga mengungkap, sempat melayani seorang tamu dari Italia dan mencoba kopi Tambora.
"Tamu itu ngomong, kopi Tambora lebih strong dibanding kopi-kopi di Italia. Padahal Itali itu sangat terkenal dengan kopinya," beber Andi.
(*)