Biasanya, banyak warganya yang pulang hanya untuk merenovasi rumah mereka.
Kemudian, ditinggal merantau lagi.
Banyak rumah-rumah yang berdiri megah itu kosong karena ditinggal pemiliknya merantau.
"Di sini kalau ramainya saat Lebaran, perantauan pada pulang. Kalau tidak, saat ada tetangga ada saudara yang melaksanakan hajatan," ujarnya.
Namun selama dua tahun ini, jumlah kaum boro yang mudik semakin sedikit karena virus corona.
Baca juga: Sosok Ahmad YouTuber Asal Indonesia yang Ditangkap Polisi Arab Saudi, Ini Penyebabnya
Baca juga: Jawaban Greg Nwokolo saat Ditawari Raffi Ahmad Masuk RANS Cilegon FC: Kamu Tidak Kuat Bayar Saya
Sejarah Perantauan
Sebelum menjadi desa elit, Desa Bubakan dulunya ada Desa yang tertinggal.
Mayoritas mata pencaharian masyarakatnya merupakan petani di desa.
Namun pada tahun 1980-an, beberapa warga Desa diajak merantau oleh pengusaha asal Sukoharjo, Mbah Joyo.
"Mereka ikut Mbah Joyo, jualan jamu dan bakso. Mereka diminta menunggu cabang milik Mbah Joyo itu," ujarnya.
Setelah belajar cara membuat dan berjualan jamu saat bekerja dengan mbah Joyo, mereka kemudian membuka usaha mereka sendiri.
Saat berwirausaha tersebut, mereka mengajak warga desa yang lain sebagai pekerjanya.
"Dari situ, banyak warga yang mulai merantau ke berbagai kota di Indonesia. Mereka jualan jamu dan bakso, dan sukses," ujarnya.
Kesuksesan itu pun terus diwariskan ke genarasi berikutnya hingga sekarang.
"Saat ini yang merantau atau meneruskan usaha keluarganya sudah generasi ketiga," katanya.