Baginya, pekerjaan yang paling berat saat ini adalah mengubah mindset masyarakat.
Warga diharapkan memanfaatkan hutan dengan cara-cara yang tidak merusak. Jika hutan terus dirusak, maka bencana kekeringan dan banjir setiap waktu mengancam.
”Ketika musim kemarau daerah-daerah di dekat kawasan hutan justru mengalami kekeringan,” ujarnya.
Harusnya ketika musim kemarau, persediaan sumber air masih bisa mengurangi dampak kekeringan.
Begitu juga saat ini, memasuki musim hujan potensi banjir bandang sangat besar. ”Karena pohon untuk menahan air hujan sudah ditebang semua,” katanya.
Dinas LHK NTB mencatat, perambahan hutan secara masif terjadi sejak reformasi 1998.
Terutama tahun 1999 kasus pembalakan liar meningkat signifikan.
”Sejak reformasi terus sampai sekarang dengan program tanaman semusim tambah habis lagi,” katanya.
(*)